JAKARTA – Dalam lanjutan proses hukum terhadap kasus dugaan investasi fiktif yang menyeret dua petinggi perusahaan, pengadilan kembali membuka lembaran baru atas praktik pengelolaan dana yang menjadi sorotan publik. Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (28/07/2025), menampilkan Iqbal Latanro, mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) periode 2013–2020, sebagai saksi utama.
Kehadiran Iqbal di ruang sidang menjadi penting mengingat ia pernah memimpin lembaga yang kini menjadi pusat perhatian dalam perkara ini. Ia dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama delapan saksi lain yang dinilai memiliki keterkaitan penting dalam kasus ini. Para saksi terdiri dari mantan pejabat internal Taspen, konsultan hukum, hingga advokat dari berbagai institusi.
Jaksa pun memohon agar pemeriksaan terhadap Iqbal diprioritaskan karena faktor usia dan kondisi kesehatannya. “Baik saudara saksi, bisa menangkap apa yang kami sampaikan?” tanya Jaksa kepada Iqbal di ruang sidang. Ia menjawab dengan tenang, “Kalau saya kesulitan, akan saya sampaikan.”
Iqbal menyampaikan bahwa ia telah diperiksa sebelumnya oleh penyidik KPK, dan pernyataannya telah dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ia memastikan bahwa semua informasi yang disampaikan berdasarkan ingatan dan pengetahuannya sendiri. “Sesuai dengan yang saya ketahui,” ucapnya.
Perkara ini berakar dari dugaan penyelewengan dalam kegiatan investasi PT Taspen, yang dilakukan oleh Direktur Utama Taspen 2020–2024, Antonius NS Kosasih, bersama Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto. Keduanya didakwa telah menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1 triliun.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan bahwa dakwaan terhadap Kosasih dapat dilanjutkan ke tahap pembuktian di persidangan. Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai memiliki kewenangan untuk mengadili perkara ini berdasarkan ketentuan Pasal 143 Ayat 2 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Kehadiran Iqbal sebagai saksi menandai upaya KPK untuk membuka keseluruhan mata rantai proses pengambilan keputusan yang berujung pada dugaan korupsi berskala besar. Dari keterangannya, publik diharapkan mendapat gambaran lebih utuh mengenai dinamika pengelolaan investasi oleh perusahaan yang mengelola dana pensiun para aparatur sipil negara tersebut.
Dalam konteks ini, tanggung jawab pejabat publik dan pimpinan lembaga keuangan negara kembali menjadi perbincangan. Bagaimana sistem pengawasan internal bekerja? Sejauh mana risiko keuangan diantisipasi? Dan, siapa saja yang terlibat dalam alur keputusan yang kemudian berujung pada dugaan korupsi ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu kini menjadi fokus penyelidikan lebih lanjut, tidak hanya untuk menjatuhkan vonis hukum, tetapi juga sebagai bahan refleksi terhadap tata kelola keuangan negara agar tidak lagi terjadi praktik serupa di masa mendatang. []
Diyan Febriana Citra.