Rudi Suparmono Dituntut 7 Tahun Penjara atas Kasus Suap

Rudi Suparmono Dituntut 7 Tahun Penjara atas Kasus Suap

JAKARTA – Dunia peradilan kembali diguncang oleh kasus suap yang menyeret seorang pejabat tinggi pengadilan. Kali ini, mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya sekaligus eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rudi Suparmono, dituntut hukuman penjara selama tujuh tahun oleh jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (28/07/2025).

Tuntutan ini dilayangkan setelah Rudi dinilai terbukti menerima suap dalam pengurusan vonis bebas terhadap terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur. Tak hanya itu, Rudi juga diduga menikmati aliran gratifikasi dalam jumlah besar selama menjabat sebagai pejabat peradilan.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rudi Suparmono oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di hadapan majelis hakim.

Dalam surat tuntutan, jaksa juga menambahkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani Rudi sejak ditangkap pada 15 Januari 2025 harus diperhitungkan sebagai bagian dari total hukuman. Selain hukuman penjara, jaksa menuntut Rudi untuk membayar denda sebesar Rp 860 juta.

“Apabila tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” tambah jaksa.

Tindakan Rudi, menurut penuntut umum, telah melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Rudi dianggap melanggar Pasal 5 Ayat 2 jo. Pasal 18 atau Pasal 12 B jo. Pasal 18, yang mengatur pidana bagi pejabat negara yang menerima suap dan gratifikasi.

Rudi Suparmono didakwa menerima uang suap sebesar 43.000 dolar Singapura dari pengacara terdakwa Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Dana itu disebut sebagai imbalan atas pengaruh Rudi dalam memuluskan putusan bebas terhadap Ronald, yang diduga kuat sebagai pelaku pembunuhan.

Tak hanya itu, dalam dakwaan lain, Rudi juga disebut menerima gratifikasi dengan nilai fantastis, yakni sebesar Rp 21,9 miliar. Uang tersebut ditemukan saat penyidik Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di kediamannya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Kasus ini menjadi catatan serius bagi dunia peradilan di Indonesia. Posisi hakim yang seharusnya menjadi pilar keadilan, justru tercoreng oleh praktik-praktik transaksional yang merugikan integritas hukum. Kasus Rudi Suparmono memperlihatkan bahwa pembenahan sistem pengawasan terhadap aparat pengadilan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi institusi hukum di Tanah Air.

Meski keputusan akhir masih menanti vonis hakim, publik kini menanti apakah hukuman yang dijatuhkan akan memberikan efek jera, serta menjadi contoh bagi para pejabat hukum lainnya agar tidak menyalahgunakan kewenangan demi kepentingan pribadi. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional