MK Soroti Jalur Pembentukan UU TNI

MK Soroti Jalur Pembentukan UU TNI

JAKARTA — Dalam sidang lanjutan uji formil terhadap Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) Nomor 3 Tahun 2025, Hakim Konstitusi Arsul Sani menyoroti kejanggalan dalam proses pembentukan undang-undang tersebut, terutama terkait jalur masuk pembahasannya di parlemen. Sidang yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (28/07/2025) itu menyoroti apakah UU TNI dibahas melalui mekanisme carry over dari periode legislasi sebelumnya atau justru masuk melalui jalur kumulatif terbuka.

Polemik ini muncul lantaran terdapat perbedaan pandangan antara perwakilan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai dasar hukum pembahasan revisi UU TNI. Hakim Arsul pun mempertanyakan secara spesifik kepada ahli dari pihak pemerintah, Ahmad Redi, mengenai jalur mana yang sebenarnya digunakan dalam proses legislasi tersebut.

“Nah, sekarang saya ingin mendapatkan penyesuaian dari ahli. Ini menurut ahli masuk yang mana? Ini barangnya (UU TNI) satu, kan kalau satu orang enggak mungkin pada saat yang bersamaan masuk dari dua pintu gitu,” ujar Arsul dalam persidangan.

Ahmad Redi menjawab dengan menyatakan bahwa ada kemungkinan pembahasan UU TNI dilakukan melalui lebih dari satu jalur sekaligus. Bahkan menurutnya, terdapat empat pintu yang bisa dijadikan landasan pembahasan revisi tersebut, yakni jalur carry over, jalur kumulatif terbuka, urgensi nasional, dan program reguler tahunan.

“Di keterangan tentu saya, saya sampaikan ada tiga pintu, Pak. Untuk keputusan MK dan prolegnas, dan juga konteks juga, bahkan empat Pak,” ujar Redi.

Namun pernyataan tersebut tidak langsung menjawab pertanyaan pokok dari Hakim Arsul, yang menginginkan kejelasan dari keempat jalur itu, manakah yang sebenarnya digunakan secara formal oleh pembentuk undang-undang?

“Pertanyaan saya, Pak Dr. Ahmad Redi. Itu pintu yang mana yang akhirnya dimasuki menurut Pak? Pak Ahmad Redi dari tiga pintu itu, itu pertanyaan saya,” kata Arsul, menegaskan.

Redi menjawab bahwa keempat jalur tersebut dimanfaatkan. “Menurut saya dalam konteks ini, masuk ke semuanya, Yang Mulia,” ucap Redi.

Pernyataan ini justru memunculkan kekhawatiran baru terkait kepastian hukum dan tata kelola legislasi yang ideal. Mekanisme pembentukan undang-undang, terlebih yang menyangkut institusi pertahanan seperti TNI, semestinya mengikuti jalur formal yang jelas dan akuntabel. Ketidakjelasan proses ini dapat menjadi celah untuk gugatan uji formil, seperti yang saat ini tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi.

Sorotan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas legislasi pun semakin menguat. Pengamat menilai bahwa pembentuk undang-undang tidak bisa terus berdalih fleksibilitas prosedur jika justru menimbulkan kebingungan dalam praktik dan inkonsistensi hukum di lapangan. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional