BEIJING – Hujan ekstrem yang mengguyur ibu kota Tiongkok sejak akhir pekan lalu menimbulkan kerusakan luas dan menelan korban jiwa. Berdasarkan laporan media resmi Xinhua pada Selasa (29/07/2025), setidaknya 30 orang dilaporkan meninggal akibat bencana ini, dengan mayoritas korban berasal dari kawasan pegunungan di utara Beijing.
Sebanyak 28 korban jiwa ditemukan di Distrik Miyun dan dua lainnya di Distrik Yanqing. Meski demikian, rincian waktu dan penyebab spesifik dari kematian para korban belum dirilis secara rinci oleh otoritas setempat.
Cuaca buruk ini tercatat sebagai salah satu yang paling intens dalam beberapa tahun terakhir. Curah hujan di wilayah utara Beijing mencapai lebih dari 543,4 milimeter, angka yang cukup untuk menenggelamkan jalan-jalan utama dan memutus konektivitas antarwilayah. Hantaman hujan deras tersebut memicu longsor, kerusakan jaringan komunikasi, hingga pemadaman listrik di lebih dari 130 desa.
Selain kerusakan fisik, banjir juga memaksa otoritas untuk mengevakuasi sedikitnya 80.322 penduduk dari wilayah rawan bencana. Banyak dari mereka kini harus tinggal di tempat penampungan sementara, menanti situasi mereda dan infrastruktur pulih.
Presiden Xi Jinping turut mengambil langkah tegas menanggapi krisis ini. Ia memerintahkan pelaksanaan operasi pencarian dan penyelamatan secara besar-besaran demi meminimalkan jatuhnya korban lebih lanjut. Tindakan darurat ini menunjukkan kekhawatiran pemerintah pusat terhadap skala dan dampak dari bencana hidrometeorologi yang semakin sering terjadi di Tiongkok.
“Operasi pencarian dan penyelamatan harus dilakukan secara menyeluruh guna menghindari bertambahnya korban jiwa,” demikian pernyataan resmi dari kantor kepresidenan Tiongkok yang disampaikan pada Senin malam.
Sebagai bagian dari langkah mitigasi, pemerintah kota Beijing juga telah menerbitkan peringatan cuaca ekstrem dengan status tertinggi, serta mengimbau warga untuk tidak keluar rumah kecuali dalam keadaan mendesak. Jalur-jalur evakuasi diperkuat dan pasokan logistik diperbantukan oleh militer serta tim penyelamat.
Fenomena hujan ekstrem ini memperkuat kekhawatiran para pakar iklim bahwa Tiongkok, seperti negara lain, kini menghadapi pola cuaca yang lebih sulit diprediksi. Ketergantungan terhadap sistem drainase konvensional di kota-kota besar seperti Beijing terbukti tak lagi memadai dalam menghadapi intensitas hujan yang tinggi.
Dengan perubahan iklim yang semakin nyata, perencanaan kota, pembangunan infrastruktur tahan bencana, serta pendidikan mitigasi risiko menjadi hal mendesak yang tak bisa diabaikan. []
Diyan Febriana Citra.