BALIKPAPAN – Perusahaan kontraktor minyak dan gas bumi (migas) di Blok Mahakam asal Prancis, PT Total F&E Indonesia (PT Total) ketahuan melakukan operasional penambangan di kawasan hutan lindung, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim).
Karena ketahuan merambah hutan lindung tanpa dilengkapi dokumen perizinan yang lengkap alias ilegal, pihak Kepolisian Kehutanan (Polhut) Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) menghentikan kegiatan produksi migas di kawasan Hutan Lindung tersebut.
Kasus penghentian produksi migas itu diungkapkan Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Joko Siswanto. Menurutnya, dihentikannya produksi migas itu karena dianggap telah melakukan tindakan pidana, karena melakukan kegiatan tanpa ijin.
Kata dia, penyidik Polisi Kehutanan Samarinda, bahkan memanggil pihak PT Total untuk dimintai keterangan pada Kamis (25/6) masih sebagai saksi. “Jadi itu proses perijinannya sudah diproses tapi kemudian ada dokumen yang ada telisut (hilang). Kesalahannya di undang-undangnya dibilang gak ada ijin. Kemudian dari Polisi kehuatanan minta dihentikan (kegiatan), dari SKK juga menyatakan lebih baik berhenti dulu, suapaya gak jadi masalah yang besar. Sangkaannya melakukan kegiatan tanpa ijin, pidana,” kata Joko Siswanto, ditemui di sela-sela saresehan ESDM dan Asosiasi Daerah Penghasil Migas, di Balikpapan.
Joko Siswanto mengatakan, berdasarkan Undang-undang Migas maupun Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) karena menyangkut pendapatan negara, kegiatan eksplorasi maupun produksi migas tidak bisa dihentikan, meskipun berada di areal hutan lindung. “ Seharusnya jangan dikalahkan maksudnya jangan dihentikan operasional. Jangan sampai ganggu produksi karena produksi yang dilakukan ini masuk dalam kerangka APBN,” jelasnya.
Joko mengakui belum tahu persis nama kegiatan yang dilakuka Total di Samarinda itu. “Lagi proses pengerjaan produksi. Jadi ada sumur ada fasilitas pengerjaan total sementara,” ujarnya.
Pihaknya sudah memberikan saran agar proses perizinan diurus sehingga tidak menimbulkan masalah yang lebih besar.ukum. Namun Joko menekan agar persoalan ini tidak mengganggu produksi. “Karena kita juga punya UU tadi soal APBN, UU Migas, UU PKPD (Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, red). Kita kan ngambil minyak di bawah. Kerjakan di bawah yang di atas ngak apa-apa. Maka saya bilang proses hukum lanjut, tapi jangan ditutup kegiatannya,” tandasnya.
Joko menilai kasus perizinan ini masuk ranah perdata yang seharusnya tidak dibawah ke ranah pidana, melanggar peraturan perundangan tentang kehutanan. Sebab keberadaan kegiatan ini lebih dulu dibandingkan penetapan hutan lindung itu tahun 2010 lalu.
“Kalau menurut perdata. Misalnya gini ada pohon yang ditebang. Aturan harus ada izin dan pergantian. Nah itukan perdata. Kalau pidana mencuri,” tambahnya.
Sementara Kepala Satuan Kerja Khusus (SKK) Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas wilayah Kalimantan dan Sulawesi (Kalsul), Naswar Nasar mengaku tidak terlalu tahu persoalan itu termasuk apakah telah memberikan saran untuk dihentikan kegiatan atau tidak.
Namun menurutnya, kegiatan PT Total itu sudah ada lama sebelum kawasan itu ditetapkan sebagai hutan lindung. “Tahun 2010 penetapan kawasan hutan, kegiatan Total jauh sebelum itu,” katanya singkat. [] Irwanto Sianturi