PARLEMENTARIA – Insiden tragis terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) pada Minggu (06/07/2025), ketika seorang pasien lansia berinisial US (68) ditemukan meninggal dunia akibat gantung diri di ruang perawatan. Pasien tersebut sebelumnya menjalani perawatan karena penyakit gagal ginjal kronis.
Peristiwa ini menarik perhatian Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), yang saat itu tengah menggelar rapat kerja bersama seluruh rumah sakit daerah untuk membahas evaluasi program semester pertama tahun 2025. Dalam forum yang berlangsung di Novotel Balikpapan pada Jumat (11/07/2025), Anggota Komisi IV, Sarkowi V Zahry, menyampaikan keprihatinannya atas kejadian tersebut.
“Saya pikir ini penting untuk disampaikan. Pasien itu bukan hanya soal luka fisik, tapi juga mental. Kalau sampai rumah sakit sebesar RSUD AWS tidak memiliki layanan psikologi, maka bagaimana dengan rumah sakit lain?” ucap Sarkowi dalam rapat tersebut.
Ia juga mengutip keterangan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim yang menyatakan bahwa pasien kemungkinan mengalami frustasi berat akibat penyakit yang dideritanya. Hal itu dikuatkan oleh pernyataan keluarga kepada pihak kepolisian bahwa almarhum beberapa kali menyampaikan keinginan untuk mengakhiri hidup karena merasa menjadi beban.
“Seharusnya ada layanan psikologi yang mampu mendeteksi dini pasien-pasien dengan kondisi psikologis rentan. Mereka perlu didampingi, agar tidak sampai muncul keinginan mengakhiri hidup. Ini penting dan mendesak,” lanjutnya.
Selain menyoroti aspek pendampingan psikologis, Sarkowi juga mempertanyakan sistem pengawasan rumah sakit yang dinilainya kurang maksimal, terutama dalam hal pemantauan ruang pasien.
“Saya juga ingin mendapat penjelasan, bagaimana mungkin seorang pasien bisa gantung diri di dalam ruang perawatan tanpa terpantau CCTV? Ini soal pengawasan. Kalau CCTV tidak bisa menjangkau ruang pasien, maka harus dievaluasi secara menyeluruh,” tegasnya.
Menanggapi pertanyaan itu, Pelaksana Tugas Direktur RSUD AWS, Indah Puspitasari, menyampaikan belasungkawa dan menegaskan bahwa pihak rumah sakit sedang melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan dan pengawasan.
“Selama ini fokus kami memang pada pasien dengan gangguan fisik. Ke depan, kami akan memperkuat pendekatan mental dan spiritual, tidak hanya dari sisi medis,” ujarnya.
Ia menyebut RSUD AWS telah memiliki dua psikolog, meskipun belum digunakan secara sistematis dalam pelayanan pasien umum, kecuali dalam kasus tertentu seperti penderita kanker. Ia menambahkan bahwa pihaknya akan mulai mengintegrasikan pendekatan mental dan spiritual dalam waktu dekat.
“Untuk saat ini memang belum semua pasien mendapatkan layanan psikologis. Namun mulai minggu depan, kami akan mulai mengintegrasikan pendekatan mental dan spiritual lewat kegiatan-kegiatan kecil seperti sesi refleksi rohani yang bersifat umum, tidak berbasis agama tertentu,” tuturnya.
Langkah lain yang akan dilakukan yaitu membagikan selebaran doa dan afirmasi positif kepada pasien untuk memberikan dukungan emosional selama masa perawatan. “Kami ingin memberikan penguatan moral dan spiritual. Seperti di maskapai penerbangan, ada doa untuk keselamatan, maka kami juga akan cetak kecil-kecil agar bisa dibaca pasien saat beristirahat,” tambahnya.
Indah juga mengakui bahwa skrining psikologis belum menjadi bagian dari prosedur awal pelayanan, meskipun hal ini akan segera dimasukkan ke dalam protokol perawatan sebagai upaya deteksi dini. Di sisi lain, pihak rumah sakit juga berkomitmen memperbaiki sistem CCTV agar pengawasan terhadap pasien lebih efektif.
“Insiden ini sangat memukul kami, dan menjadi pembelajaran besar. Kami akan mengevaluasi seluruh sistem, termasuk tata letak CCTV dan mekanisme pengawasan, agar kejadian serupa tidak terulang,” pungkasnya. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna