JAKARTA – Ribuan pengemudi transportasi daring dari berbagai platform kembali memenuhi kawasan Monumen Nasional (Monas) dan Istana Presiden, Jakarta Pusat, dalam aksi unjuk rasa besar-besaran bertajuk “Korban Aplikator: Aksi 217”, Senin (21/07/2025). Aksi ini bukan sekadar perlawanan simbolik, tetapi menjadi penegasan serius bahwa sistem transportasi berbasis aplikasi membutuhkan reformasi mendasar.
Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, mengungkapkan bahwa demonstrasi ini merupakan bentuk kekecewaan kolektif atas tidak adanya tindak lanjut konkret dari pemerintah terhadap tuntutan yang telah disuarakan sebelumnya, termasuk dalam aksi 20 Mei 2025 dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI.
“Semenjak tidak ada juga tindak lanjut konkrit dari pihak pemerintah yang mengatur regulasi transportasi online hingga sudah dua bulan berlalu semenjak para pengemudi transportasi online melakukan aksi damai demo besar ojol pada 20 Mei 2025 dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI,” kata Igun melalui pernyataan tertulis, Minggu (20/07/2025).
Sekitar 50.000 pengemudi ojek online, taksi daring, dan kurir logistik disebut turun ke jalan, sekaligus melakukan offbid massal mogok menerima order sepanjang hari. Aksi ini berdampak langsung pada mobilitas warga, terutama di ibu kota, yang mengandalkan layanan transportasi daring untuk aktivitas harian.
“Korban Aplikator sebagai pelaksana Aksi 217 mengimbau kepada masyarakat pengguna ojol, taksi online, dan kurir online agar bersiap dan menyesuaikan kebutuhan transportasi pada Senin 21 Juli 2025 karena sebagian besar pengemudi online dan kurir online akan mogok massal,” imbuh Igun.
Aksi ini menjadi titik kulminasi dari ketegangan yang sudah lama mengendap antara pengemudi dan penyedia aplikasi. Salah satu sorotan utama adalah potongan pendapatan yang dinilai tidak proporsional serta kebijakan tarif yang tidak sebanding dengan beban kerja para pengemudi. Igun bahkan menilai, kenaikan tarif ojol hingga 15 persen justru memperkeruh persoalan karena tidak disertai kejelasan pembagian keuntungan yang adil bagi pengemudi.
Tak hanya Kementerian Perhubungan, aksi ini juga ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto yang dinilai belum memberikan perhatian memadai terhadap penyusunan regulasi transportasi daring yang berpihak pada pengemudi.
Kondisi ini menggambarkan betapa pentingnya kehadiran negara dalam melindungi pekerja informal di sektor digital. Di tengah maraknya platform ekonomi berbasis aplikasi, pekerja seperti pengemudi dan kurir sering kali berada di posisi rentan, tanpa perlindungan sosial memadai ataupun jaminan pendapatan yang stabil.
Melalui Aksi 217, para pengemudi tidak hanya menuntut perubahan, tetapi juga mengingatkan bahwa keberlanjutan layanan transportasi digital harus disertai keadilan sosial dan pengakuan atas hak-hak pekerja. []
Diyan Febriana Citra.