PARLEMENTARIA – Keputusan Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang menyatakan tidak adanya pelanggaran etik maupun tata tertib oleh dua anggota legislatif, M. Darlis Pattalongi dan Andi Satya Adi Saputra, mengakhiri polemik yang sempat mencuat dalam beberapa bulan terakhir. Keputusan ini disampaikan secara resmi pada Senin (21/07/2025), setelah BK DPRD Kaltim melaksanakan rangkaian pemeriksaan dan klarifikasi selama lebih dari satu bulan.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, memberikan tanggapan atas hasil tersebut. Ia menyampaikan rasa syukurnya karena telah dinyatakan tidak melakukan pelanggaran. “Alhamdullilah keputusan BK sudah keluar dan menyatakan Saya tidak melanggar serta kami apresiasi kerja BK DPRD Kaltim telah menjalankan proses yang fair dan transparan,” ujar Andi saat ditemui di RSUD Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda, Rabu (30/07/2025), setelah meninjau lokasi pascakebakaran.
Menurutnya, prosedur Rapat Dengar Pendapat (RDP) di lingkungan DPRD memiliki aturan khusus. Pihak yang diundang dari luar pemerintahan, menurutnya, tidak dapat diwakili. Langkahnya meminta kuasa hukum Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) meninggalkan ruangan RDP bukanlah bentuk pelecehan profesi, melainkan demi menjamin tertibnya forum serta menjaga tujuan utama dari RDP itu sendiri, yakni sebagai ruang dialog, bukan tempat peradilan.
“Langkah itu diambil untuk memastikan RDP berjalan sesuai kepentingan lembaga DPRD dan Insyaallah semangat kami untuk menyuarakan kepentingan masyarakat tidak akan berkurang,” lanjut politisi Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut, yang mewakili daerah pemilihan Samarinda.
Ia juga menegaskan tidak akan menempuh jalur hukum atas laporan tersebut. Andi lebih memilih penyelesaian damai dan mengajak semua pihak menghargai keputusan BK sebagai bentuk kedewasaan dalam berdemokrasi. “Kita semua harus bisa hidup berdampingan, tidak perlu ada tuntut-menuntut balik, yang penting semua pihak menghormati keputusan BK,” katanya.
Sebagai informasi, polemik ini bermula dari insiden pada 29 April 2025, ketika dua anggota DPRD Kaltim meminta kuasa hukum RSHD keluar dari ruang RDP. Peristiwa itu kemudian menjadi dasar laporan yang diajukan oleh Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Indonesia (DPD Ikadin) Kaltim bersama Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim pada 14 Mei 2025.[]
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna