Apansyah: Reses Adalah Kompas, Bukan Formalitas

Apansyah: Reses Adalah Kompas, Bukan Formalitas

PARLEMENTARIA – Kegiatan reses Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) yang digelar pada 1–8 Juli 2025 tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi juga penentu arah kebijakan pembangunan daerah. Agenda ini resmi ditutup dengan penyampaian laporan hasil reses masa sidang kedua dalam Rapat Paripurna DPRD Kaltim, Senin, (04/08/2025).

Anggota Komisi III DPRD Kaltim dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Apansyah, menegaskan bahwa reses bukan sebatas formalitas konstitusional, melainkan sarana moral sekaligus politik yang wajib dijalankan wakil rakyat. “Reses bukan sekadar agenda formal, tetapi kewajiban moral dan politik kami untuk hadir mendengar langsung suara rakyat,” ujarnya di hadapan peserta rapat.

Agenda reses 2025 terbagi di enam daerah pemilihan, mencakup Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Paser, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu, serta Kota Bontang, Kabupaten Kutai Timur, dan Kabupaten Berau.

Melalui 168 titik pertemuan di 74 desa atau kelurahan dan 49 kecamatan, Fraksi Golkar berhasil menghimpun 515 aspirasi masyarakat. Topiknya beragam, mulai dari infrastruktur dasar, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, hingga pemberdayaan ekonomi lokal.

Menurut Apansyah, reses tidak berhenti pada kegiatan serap aspirasi semata. Lebih dari itu, forum ini dirancang untuk memetakan kebutuhan mendesak masyarakat dan merumuskannya menjadi arah kebijakan.
“Kami mendengar banyak masukan yang sifatnya mendesak, dan semua itu akan kami bawa untuk diformulasikan menjadi program pembangunan,” katanya.

Pelaksanaan reses tahun ini sempat mengalami penyesuaian jadwal. Sejumlah anggota harus menunda kegiatan menjadi 3–10 Juli 2025 karena agenda silaturahmi Fraksi Golkar DPR RI di Jakarta. Meski begitu, seluruh legislator tetap menuntaskan kewajiban mereka menemui konstituen.

Bagi DPRD, komitmen untuk menunaikan reses merupakan bagian dari tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 108. Reses dipandang sebagai ruang demokrasi paling nyata yang mempertemukan rakyat dengan wakilnya.

Apansyah menekankan bahwa setiap masukan yang terkumpul tidak berhenti sebagai catatan. “Seluruh masukan masyarakat akan diformulasikan sesuai nomenklatur pembangunan daerah dan menjadi bahan pokok pikiran DPRD pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rencana Kerja Pemerintah Daerah mendatang,” jelasnya.

Hasil reses kali ini sekaligus menegaskan prioritas pembangunan Kaltim tahun 2025. Fokus diarahkan pada tiga hal utama: optimalisasi diversifikasi ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), serta pembangunan infrastruktur yang berdaya saing.

Apansyah mengakui, beban pembangunan tidak ringan. “Target pembangunan kita tidak ringan. Tantangannya mulai dari stunting, kemiskinan ekstrem, sampai pemberdayaan gender. Itu sebabnya aspirasi masyarakat sangat menentukan arah kebijakan,” terangnya.

DPRD Kaltim bersama Pemerintah Provinsi sebelumnya telah menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Alokasi belanja diarahkan untuk menjawab persoalan dasar yang masih dirasakan warga. Mulai dari layanan pendidikan dan kesehatan, hingga akselerasi transformasi ekonomi yang inklusif.

Dengan dukungan anggaran tersebut, DPRD berharap aspirasi yang dihimpun dari reses tidak hanya terdokumentasi dalam laporan, tetapi benar-benar diwujudkan dalam bentuk program yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

Apansyah menegaskan kembali, reses adalah kompas bagi DPRD dalam melangkah. “Apa yang kami serap dari masyarakat adalah kompas kami. Tanpa itu, pembangunan tak akan menyentuh kebutuhan nyata rakyat,” pungkasnya.

Dalam praktiknya, reses sering dipandang hanya sebagai tradisi politik tahunan. Namun, laporan kali ini menunjukkan fungsi yang lebih substansial. Aspirasi warga bukan hanya keluhan, melainkan refleksi kebutuhan riil yang dapat mengoreksi arah kebijakan daerah.

Dengan 515 aspirasi yang berhasil dihimpun, DPRD Kaltim diingatkan kembali bahwa pembangunan tidak cukup diukur dari pertumbuhan ekonomi atau skala proyek infrastruktur. Lebih penting dari itu adalah sejauh mana program pemerintah menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari jalan desa, sekolah, puskesmas, hingga pemberdayaan ekonomi keluarga.

Reses pun pada akhirnya menjadi ruang penghubung antara harapan warga dan kebijakan daerah. Jika tindak lanjutnya konsisten, maka agenda ini dapat berfungsi sebagai jembatan penting dalam mewujudkan pembangunan Kaltim yang merata, inklusif, dan berdaya saing. []

Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna

Advertorial DPRD Kaltim