JAKARTA – Sidang lanjutan perkara suap vonis lepas kasus minyak goreng kembali menghadirkan dinamika baru setelah mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, menyampaikan bantahannya atas tuduhan sebagai inisiator pemberian suap. Dalam duplik yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (19/11/2025), kuasa hukum Arif, Philipus Harapanta Sitepu, menegaskan bahwa kliennya justru tidak berperan aktif dalam proses pengurusan perkara tersebut.
Menurut Philipus, keterangan saksi-saksi menunjukkan bahwa mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, yang lebih dominan mengatur komunikasi terkait perkara CPO minyak goreng tersebut.
“Terbukti Saksi Immanuel alias Oki, yang merupakan sopir terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, pernah menerangkan bahwa yang secara aktif mengajak dan menginginkan adanya pertemuan untuk melakukan pembicaraan terhadap perkara CPO minyak goreng ini adalah Saksi Wahyu Gunawan,” ucap Philipus.
Ia menambahkan bahwa Wahyu pula yang menghubungi sejumlah pihak lain. “Selanjutnya, Saksi Wahyu Gunawan juga yang aktif menghubungi dan bertemu dengan Saksi Ariyanto Bakri dan juga Saksi Djuyamto, dengan maksud untuk pengurusan perkara,” ujarnya.
Kuasa hukum juga menyoroti perbedaan nominal uang yang diterima Arif. Ia membantah angka Rp 8 miliar sebagaimana didakwakan jaksa.
“Bahwa Saksi Wahyu Gunawan diperiksa di muka persidangan di bawah sumpah menerangkan bahwa yang diserahkan kepada Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta adalah senilai Rp 5 miliar dan sebagainya,” ujar Philipus. Pernyataan itu, katanya, bersesuaian dengan kesaksian Djuyamto, Agam, Ali Muhtarom, serta keterangan Arif sendiri.
Dalam dupliknya, Philipus juga menyoroti ketimpangan antara tuntutan pidana Arif dengan perkara suap vonis bebas yang menjerat eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono.
“Tuntutan pidana dalam perkara Muhammad Arif yaitu 15 tahun pidana penjara, sedangkan tuntutan pidana dalam perkara Rudi Suparmono 7 tahun pidana penjara. Jumlah uang yang diterima oleh Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, yaitu Rp 8,8 miliar, sedangkan uang yang diterima oleh Rudi Suparmono yaitu Rp 21 miliar,” ucapnya.
Melalui rangkaian argumentasi itu, pihak Arif meminta majelis hakim mempertimbangkan seluruh nota pembelaan. Ia memohon agar kliennya dinilai lebih tepat dijerat Pasal 5 ayat 2 UU Tipikor serta tidak diwajibkan membayar uang pengganti karena telah mengembalikan seluruh penerimaan.
“Menyatakan Terdakwa tidak dikenakan uang pengganti karena telah mengembalikan seluruh uang hasil tindak pidana korupsi dalam perkara a quo,” tutur Philipus.
Selain itu, pihaknya meminta agar barang pribadi Arif seperti ponsel dan buku rekening yang disita penyidik dikembalikan. Ia menilai rekam jejak Arif sebagai hakim selama 25 tahun, sikap kooperatif, serta permintaan maaf Arif layak dijadikan pertimbangan meringankan.
“Menjatuhkan hukuman yang seringan-ringannya serta berkeadilan dan berkemanusiaan terhadap Terdakwa,” imbuhnya.
Sebagai catatan, Arif didakwa menerima Rp 15,7 miliar dari total dugaan suap Rp 40 miliar yang dibagi bersama sejumlah hakim dan Wahyu Gunawan. Tuntutan jaksa terhadap Arif yakni 15 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti Rp 15,7 miliar subsider 6 tahun penjara. []
Diyan Febriana Citra.

