WASHINGTON – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (19/09/2025) menyetujui resolusi penting yang membuka jalan bagi Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk tetap menyampaikan pidato dalam Debat Umum tingkat tinggi pekan depan, meskipun ia tidak dapat hadir langsung di New York. Resolusi itu memberikan izin bagi Abbas berpidato melalui rekaman video.
Keputusan ini lahir setelah Amerika Serikat menolak menerbitkan maupun memperpanjang visa bagi Abbas dan sejumlah pejabat senior Otoritas Palestina. Penolakan itu membuat delegasi Palestina gagal menghadiri Sidang Majelis Umum ke-80 secara langsung. Namun, melalui pemungutan suara, mayoritas negara anggota PBB menunjukkan sikap berbeda dengan Washington.
Dalam sidang tersebut, sebanyak 145 negara mendukung resolusi, enam negara memilih abstain, sementara lima negara menolak, termasuk Amerika Serikat dan Israel. Hasil ini sekaligus mempertegas dukungan internasional yang luas terhadap hak Palestina untuk tetap berpartisipasi di forum global.
Langkah AS memicu kritik karena dinilai bertentangan dengan prinsip dasar PBB. Apalagi, pertemuan tahun ini berlangsung di tengah meningkatnya momentum diplomasi internasional untuk mendorong pengakuan resmi terhadap Palestina. Sejumlah negara seperti Inggris, Prancis, Australia, dan Kanada disebut tengah mematangkan rencana pengakuan negara Palestina dalam rangkaian sidang kali ini. Sebelumnya, 147 negara di dunia telah lebih dahulu mengambil langkah serupa.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyambut hangat hasil pemungutan suara. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai sikap yang sangat jelas bahwa negara tuan rumah PBB, yakni Amerika Serikat, wajib menaati Perjanjian Markas Besar. “Penolakan visa tersebut adalah penyalahgunaan wewenang dan bentuk hukuman terhadap Negara Palestina yang tidak seharusnya terjadi,” ujarnya.
Mansour juga menegaskan bahwa Palestina tidak akan mundur dari haknya untuk berpartisipasi penuh dalam sistem internasional. Menurutnya, keputusan Majelis Umum kali ini menjadi bukti bahwa komunitas global semakin solid dalam mendukung Palestina memperoleh pengakuan yang lebih luas.
Di sisi lain, sikap Amerika Serikat memperlihatkan konsistensi dukungan Washington terhadap Israel di tengah isu Palestina yang belum terselesaikan. Penolakan visa dianggap sebagai upaya membatasi ruang diplomasi Palestina, meski hasil pemungutan suara menunjukkan isolasi politik AS dan Israel di hadapan mayoritas negara anggota PBB.
Dengan adanya resolusi ini, Abbas dipastikan tetap memiliki panggung untuk menyampaikan pesan politiknya kepada dunia. Momen ini diperkirakan akan kembali menyoroti isu dua negara (two-state solution) yang selama ini menjadi agenda utama Palestina, sekaligus menambah tekanan terhadap negara-negara besar agar mempercepat langkah pengakuan resmi. []
Diyan Febriana Citra.