PARLEMENTARIA – Aksi penjarahan rumah pejabat yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini menuai sorotan tajam dari kalangan legislatif. Anggota Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Baharuddin Demmu, menilai peristiwa itu bukan sekadar tindak kriminal, melainkan cermin kekecewaan masyarakat terhadap sikap maupun ucapan pejabat. Meski demikian, ia menegaskan, tindakan penjarahan tetap tidak dapat dibenarkan karena merugikan orang lain dan bertentangan dengan hukum.
Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah mengikuti rapat resmi di Gedung E DPRD Kaltim, Selasa (02/09/2025). Baharuddin menilai, akar dari setiap aksi anarkis biasanya dipicu oleh kondisi yang menekan atau ucapan pejabat yang dianggap menyakiti hati rakyat.
“Kalau ada masyarakat yang menjarah rumah pejabat, saya melihat itu sebagai luapan kekecewaan. Tidak semua pejabat dijarah, biasanya hanya karena ada hal-hal tertentu,” ujarnya.
Ia menjelaskan, publik sering kali menilai integritas pejabat dari perilaku sehari-hari maupun pernyataan yang disampaikan di depan umum. Menurutnya, sikap bijak dan tutur kata yang santun dapat meredam potensi konflik. Sebaliknya, komentar yang dirasa menyakitkan justru memicu reaksi emosional masyarakat.
“Kalau pejabatnya baik, rakyat juga baik dan tidak terpancing. Tapi mungkin ada bahasa atau pernyataan dari seorang anggota DPR yang dirasa sangat menyakiti, sehingga masyarakat bereaksi dengan cara seperti itu,” jelas Baharuddin.
Meski memahami latar belakang kekecewaan, ia menekankan bahwa aksi penjarahan sama sekali tidak bisa dijadikan jalan keluar. Baginya, tindakan tersebut hanya akan menimbulkan masalah baru dengan merusak ketertiban umum sekaligus menyalahi aturan hukum.
“Apakah tindakan itu benar? Menjarah rumah orang tentu tidak bisa dibenarkan. Biar penegak hukum yang menjawab dan menanganinya sesuai aturan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Baharuddin mengingatkan bahwa penyampaian aspirasi harus ditempuh melalui jalur yang sehat. DPRD, menurutnya, selalu membuka ruang dialog bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik, masukan, maupun keluhan. Dengan cara itu, aspirasi bisa tersalurkan secara konstruktif tanpa menimbulkan kerugian.
Ia juga menyoroti perlunya kehati-hatian pejabat dalam berbicara maupun mengambil kebijakan. Ucapan yang dianggap meremehkan rakyat, katanya, hanya akan menambah jurang ketidakpercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Sebaliknya, komunikasi yang menyejukkan akan memperkuat kepercayaan publik.
“Pejabat publik harus sadar bahwa setiap kata yang keluar akan didengar dan ditafsirkan masyarakat. Maka sebaiknya gunakan bahasa yang membangun, bukan memicu emosi,” tambahnya.
Baharuddin menilai, persoalan ini seharusnya menjadi bahan refleksi bersama. Masyarakat perlu menjaga ketertiban dalam menyampaikan aspirasi, sementara pejabat publik harus meningkatkan kepekaan terhadap keresahan warga. Menurutnya, keseimbangan inilah yang akan memperkuat ikatan antara rakyat dan wakilnya di parlemen.
Dengan pernyataan itu, DPRD Kaltim sekaligus menegaskan sikapnya: kritik rakyat adalah hal wajar dalam demokrasi, tetapi harus disampaikan dengan tertib. Aksi penjarahan maupun tindakan anarkis lainnya, kata Baharuddin, bukanlah solusi, melainkan justru memperburuk keadaan.
Ia berharap, pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. “Kalau komunikasi terjalin dengan baik, saya yakin hubungan antara rakyat dan pejabat akan semakin harmonis. Tujuan utama dari semua proses demokrasi adalah memperbaiki keadaan, bukan merusaknya,” pungkasnya. []
Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna