JAKARTA – Pengusutan dugaan praktik pemerasan dalam proses pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) memasuki babak baru. Setelah melalui rangkaian penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berkas delapan tersangka kini resmi dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kepastian itu disampaikan oleh Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra. “Kepaniteraan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah menerima berkas dari KPK kasus pemerasan TKA di Kemenaker,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (03/12/2025). Dengan diterimanya berkas tersebut, proses pemeriksaan peradilan dipastikan segera dimulai setelah penjadwalan sidang rampung.
Kasus yang menyeret sejumlah pejabat dan staf ini menjadi salah satu perhatian publik mengingat praktik pungutan ilegal pada layanan perizinan dinilai menjadi celah korupsi yang terus berulang. KPK menegaskan bahwa pemerasan itu dilakukan dalam rentang panjang, yakni sejak 2019 hingga 2024.
Delapan individu yang ditetapkan sebagai tersangka dan kini menunggu proses persidangan ialah Suhartono (SH), Haryanto (HY), Wisnu Pramono (WP), Devi Angraeni (DA), Gatot Widiartono (GTW), Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), serta Alfa Eshad (ALF). Mereka berasal dari berbagai jenjang jabatan di lingkungan Kemenaker, mulai dari mantan Direktur Jenderal hingga staf pelaksana.
Dalam hasil penyidikan, KPK mengungkapkan bahwa para pelaku diduga menerima dana pemerasan mencapai Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA. Rinciannya pun beragam, antara lain Suhartono menerima Rp 460 juta, Haryanto Rp 18 miliar, Wisnu Pramono Rp 580 juta, Devi Angraeni Rp 2,3 miliar, Gatot Widiartono Rp 6,3 miliar, Putri Citra Wahyoe Rp 13,9 miliar, Alfa Eshad Rp 1,8 miliar, dan Jamal Shodiqin Rp 1,1 miliar.
Saat ini, berkas perkara tersebut telah diregister secara resmi di sistem peradilan. Majelis hakim yang akan mengadili perkara ini dipimpin oleh Lucy Ermawati sebagai ketua majelis, dengan anggota Daru Swastika Rini, Juandra, Jaini Basir, dan Ida Ayu Mustikawati.
Meski jadwal sidang perdana belum diumumkan, publik menanti jalannya persidangan mengingat kasus ini mencerminkan tantangan besar dalam reformasi birokrasi, khususnya pada sektor pelayanan perizinan yang selama ini rentan disusupi praktik pungli dan korupsi. []
Diyan Febriana Citra.

