PARLEMENTARIA – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Damayanti, menilai perlu adanya reformasi besar-besaran dalam pengelolaan tata ruang guna mencegah banjir yang semakin meluas di provinsi ini. Menurutnya, banjir tak lagi menjadi fenomena musiman, tapi krisis yang terus mengancam karena lemahnya regulasi.
Dalam keterangannya kepada awak media di Samarinda, Kamis (05/06/2025) lalu, Damayanti mengemukakan bahwa persoalan utama seringnya banjir melanda Samarinda terletak pada konversi lahan yang tidak terencana. “Dulu, perumahan Wika itu termasuk wilayah aman, tapi sekarang jadi langganan banjir, ini terjadi karena perbukitan yang dulunya jadi zona resapan, diubah menjadi kawasan pemukiman,” ujar Damayanti.
Damayanti juga menyoroti lemahnya pelaksanaan Amdal yang lebih sering menjadi syarat administratif daripada instrumen perlindungan lingkungan yang nyata. Ia tak bermaksud menolak adanya pembangunan, namun pembangunan harus dijalankan dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan, dampak buruk yang akan terjadi harus diantisipasi dengan perencanaan dan pelaksanaan pengendalian dan pelestarian. “Kami tidak dalam posisi menolak pembangunan, tapi harus diiringi dengan perencanaan yang cermat dan berpihak pada kelestarian lingkungan,” ucapnya.
Damayanti pun menekankan pelaksanaan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) agar tidak hanya jadi dokumen formalitas, tetapi juga wajib dijalankan dengan penuh tanggung jawab. “Sering sekali Amdal hanya formalitas, tanpa penerapan yang ketat, dampak lingkungan tidak terelakkan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa reformasi tata ruang dan peninjauan ulang izin-izin pembangunan harus menjadi prioritas Pemprov Kaltim. Ia juga menyerukan kolaborasi antar instansi untuk mengakhiri siklus banjir tahunan. “Kalau sistem tata ruang dibiarkan longgar dan izin mudah keluar tanpa pertimbangan matang, maka jangan heran jika banjir terus menghantui kita semua setiap tahun,” pungkasnya. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna