JAKARTA – Kabar penjemputan paksa Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, pada Senin malam (01/09/2025) sekitar pukul 22.45 WIB, menimbulkan gelombang kritik dari berbagai kalangan. Peristiwa ini dinilai sebagai langkah represif aparat yang kembali menyoroti persoalan kebebasan sipil di Indonesia.
Informasi mengenai penjemputan itu pertama kali disebarkan melalui rilis pers dari jaringan solidaritas untuk Delpedro. Dalam pernyataan tertulis, jaringan tersebut menegaskan bahwa tindakan aparat telah melanggar prinsip demokrasi serta hak asasi manusia (HAM).
“Delpedro Marhaen adalah warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk bersuara, berpendapat, dan mengemukakan pikiran secara damai. Penangkapan sewenang-wenang terhadap dirinya bukan hanya bentuk kriminalisasi, tetapi juga upaya mengekang kritik,” tulis jaringan solidaritas, Senin (01/09/2025).
Jaringan solidaritas menekankan beberapa sikap tegas terkait kasus ini. Pertama, mereka mendesak aparat segera membebaskan Delpedro tanpa syarat. Kedua, menghentikan praktik kriminalisasi, intimidasi, dan kekerasan terhadap warga yang menggunakan hak berekspresi. Ketiga, menuntut negara menjamin perlindungan kebebasan sipil dan politik sesuai konstitusi dan standar HAM internasional.
Menurut mereka, penangkapan Delpedro menambah panjang daftar praktik represif terhadap masyarakat sipil.
“Alih-alih mendengarkan aspirasi kritis, aparat justru menempuh jalan kekuasaan otoriter yang membungkam kritik,” lanjut pernyataan itu.
Kasus ini segera menyulut dukungan dari berbagai organisasi masyarakat sipil, mahasiswa, hingga aktivis HAM. Mereka menyerukan agar publik bersatu melawan praktik kriminalisasi yang dianggap berbahaya bagi kehidupan demokrasi.
Solidaritas juga mengingatkan bahwa kritik dan kebebasan berpendapat adalah bagian penting dari mekanisme kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Jika kritik dibungkam, masyarakat kehilangan ruang untuk menyuarakan keprihatinan.
Hingga Selasa (02/09/2025) pagi, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi. Ketidakjelasan informasi ini justru menambah tanda tanya publik mengenai alasan dan dasar hukum di balik penjemputan Delpedro.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut figur Delpedro Marhaen, yang selama ini dikenal aktif mengadvokasi isu hak asasi manusia dan keadilan sosial. Lokataru Foundation, lembaga yang ia pimpin, kerap mendampingi korban pelanggaran HAM dan memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan masyarakat.
Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ruang demokrasi di Indonesia semakin menyempit. Sejumlah kalangan menilai, jika aparat terus mengedepankan pendekatan represif, maka yang terancam bukan hanya aktivis, tetapi juga warga negara biasa yang hendak menyampaikan pendapat. []
Diyan Febriana Citra.