Dihantam Demo, Presiden Madagaskar Bubarkan Pemerintahannya

Dihantam Demo, Presiden Madagaskar Bubarkan Pemerintahannya

ANTANANARIVO – Situasi politik di Madagaskar kembali bergejolak setelah Presiden Andry Rajoelina memutuskan membubarkan pemerintahan pada Senin (29/09/2025). Keputusan ini diambil di tengah gelombang demonstrasi besar-besaran yang mayoritas digerakkan oleh kaum muda, terutama generasi Z, yang menuntut perbaikan hidup di tengah krisis berkepanjangan.

Dalam pidatonya yang disiarkan televisi nasional, Rajoelina menyatakan, “Saya telah memutuskan untuk mengakhiri fungsi Perdana Menteri dan pemerintahan.” Dengan keputusan tersebut, Perdana Menteri Christian Ntsay dan seluruh menteri otomatis diberhentikan, meski mereka masih diwajibkan melaksanakan tugas sementara hingga terbentuk kabinet baru.

Presiden memberi waktu tiga hari untuk mengajukan calon perdana menteri baru. Bahkan, ia membuka kesempatan luas bagi warga untuk melamar melalui surel maupun LinkedIn.

“Perdana Menteri Christian Ntsay dan menteri lainnya akan tetap menjalankan tugas sementara sampai pemerintah baru dibentuk. Saya memberi waktu tiga hari untuk meninjau usulan calon perdana menteri baru,” ucapnya.

Langkah pembubaran ini menjadi jawaban atas tekanan publik yang makin intens sejak pekan lalu. Ribuan demonstran turun ke jalan menuntut perbaikan layanan dasar, seperti listrik dan air bersih, yang sering terganggu.

“Saya memahami kemarahan, kesedihan, dan kesulitan yang disebabkan oleh pemadaman listrik dan gangguan pasokan air. Saya mendengar seruan itu, merasakan penderitaan, memahami dampaknya pada kehidupan sehari-hari,” ujar Rajoelina, dikutip Reuters.

Namun, di tengah keterbukaan itu, Rajoelina tetap menolak mundur dari jabatannya. Para demonstran, sebagian besar mahasiswa, terus menyuarakan tuntutan agar ia lengser. Mereka mengenakan pakaian hitam, mengibarkan poster bertuliskan, “Kami ingin hidup, bukan sekadar bertahan,” dan berusaha bergerak menuju pusat kota. Aparat merespons dengan gas air mata, ditambah pemberlakuan jam malam sejak sore hingga fajar.

Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mencatat sedikitnya 22 orang tewas dan lebih dari 100 terluka dalam bentrokan. Namun, Menteri Luar Negeri Madagaskar Rasata Rafaravavitafika membantah laporan itu.

“Pemerintah dengan tegas membantah klaim bahwa 22 orang meninggal. Data tersebut belum dikonfirmasi dan bukan berasal dari pihak berwenang nasional,” ujarnya.

Rajoelina sendiri bukan wajah baru dalam pusaran politik negeri pulau itu. Ia pertama kali berkuasa lewat kudeta pada 2009, sempat mundur pada 2014, lalu kembali memenangkan kursi presiden pada 2018 dan bertahan pada pemilu 2023. Meski begitu, pemilu terakhir dipenuhi tudingan kecurangan yang ditolak mentah-mentah oleh pihak istana.

Madagaskar yang berpenduduk hampir 32 juta jiwa terus dihantam krisis multidimensi: kemiskinan ekstrem, pemadaman listrik kronis, hingga bencana alam yang merusak sektor pertanian. Bank Dunia mencatat tiga perempat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan pada 2022. Hanya 36 persen warga yang mendapat akses listrik, itupun sering terputus berjam-jam setiap hari.

Keputusan Rajoelina membubarkan kabinet mungkin meredam sesaat amarah publik, namun jalan politik Madagaskar masih jauh dari stabil. []

Diyan Febriana Citra.

Internasional