Diplomasi AS Terpukul PHK Massal Deplu

Diplomasi AS Terpukul PHK Massal Deplu

WASHINGTON – Keputusan pemerintah Amerika Serikat untuk memberhentikan lebih dari 1.300 pegawai Departemen Luar Negeri (Deplu) menuai keprihatinan luas dari berbagai kalangan. Langkah yang diambil pada Jumat (11/07/2025) waktu setempat ini menjadi bagian dari perampingan birokrasi besar-besaran yang diperintahkan Presiden Donald Trump.

Peristiwa pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut menciptakan suasana emosional di kantor pusat Deplu di Washington. Para diplomat dan staf sipil terlihat memberikan tepuk tangan penghormatan kepada rekan-rekan mereka yang diberhentikan. Beberapa bahkan menangis saat meninggalkan gedung dengan membawa kotak berisi barang-barang pribadi.

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengungkapkan bahwa total 1.107 pegawai sipil dan 246 diplomat resmi diberhentikan. Mereka termasuk dalam daftar pegawai yang terkena dampak langsung dari restrukturisasi besar ini.

Langkah PHK ini dilakukan tidak lama setelah Mahkamah Agung AS yang kini mayoritas konservatif mencabut larangan sementara terhadap rencana Trump untuk merombak struktur pemerintahan federal. Putusan tersebut membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi yang telah lama didorong Gedung Putih, termasuk efisiensi sumber daya manusia di berbagai lembaga negara.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, membenarkan kebijakan tersebut dengan menyatakan bahwa struktur birokrasi Deplu sudah terlalu besar dan tidak efisien. “Departemen ini terlalu rumit dan sudah saatnya dikurangi sekitar 15 persen,” ujarnya.

Namun, pemangkasan ini memicu kekhawatiran serius terkait kemampuan Amerika Serikat dalam menjaga kehadiran dan pengaruh diplomatiknya di tengah situasi global yang penuh ketegangan.

Asosiasi Layanan Luar Negeri Amerika (AFSA), serikat pekerja yang mewakili pegawai Deplu, mengecam keras kebijakan ini. “Di tengah ketidakstabilan global yang hebat dengan perang yang berkecamuk di Ukraina, konflik antara Israel dan Iran, serta meningkatnya tantangan dari rezim otoriter Amerika Serikat justru memangkas tenaga kerja diplomatik garis depannya,” demikian pernyataan AFSA.

“Keputusan ini merupakan pukulan telak bagi kepentingan nasional kita. Kami menentangnya dengan sekeras-kerasnya,” tambah AFSA.

Departemen Luar Negeri AS diketahui mempekerjakan lebih dari 80.000 orang secara global pada tahun sebelumnya, dengan sekitar 17.700 di antaranya berkantor di dalam negeri. Pemutusan hubungan kerja ini dilaporkan dilakukan secara elektronik, melalui email yang dikirim ke masing-masing pegawai.

Kritikus menilai bahwa pemangkasan ini bukan hanya soal efisiensi, melainkan cerminan dari upaya pemerintahan Trump untuk menanamkan loyalitas politik dan mempersempit ruang perbedaan pandangan di tubuh pemerintahan federal.

Kebijakan tersebut kini menjadi sorotan dalam dan luar negeri, terutama karena dinilai berpotensi mengurangi efektivitas diplomasi AS dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional