ADVERTORIAL — Museum Kayu Tuah Himba milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Kartanegara (Kukar) mencuri perhatian publik dalam gelaran Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) 2025 yang berlangsung di GOR Segiri Samarinda pada 19–21 Juni 2025. Bukan sekadar memamerkan artefak, museum ini tampil sebagai medium edukatif yang inklusif, melibatkan pelajar dan memperluas pemahaman publik tentang warisan budaya lokal.
Stand tersebut menampilkan koleksi artefak kayu, alat musik tradisional, dan dokumentasi sejarah yang disusun secara interaktif. Pengunjung tidak hanya melihat benda bersejarah, tetapi juga mendapatkan penjelasan langsung dari pemandu muda yang terdiri atas siswa-siswa sekolah di Kukar.
“Kami tidak menyangka akan seramai ini. Banyak orang tertarik dengan artefak kayu dan kisah-kisah sejarah yang kami tampilkan,” ujar Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, Puji Utomo, Kamis (19/06/2025).
Pendekatan visual dan naratif diperkuat dengan pemutaran video pendek tentang sejarah hutan dan budaya kayu di wilayah Kutai, serta pengenalan tokoh budaya lokal. Strategi ini membuat informasi budaya lebih mudah dicerna oleh semua kalangan, khususnya generasi muda.
Respons publik pun sangat positif. “Saya baru tahu ternyata banyak sekali sejarah yang tersimpan dalam budaya kayu di Kukar. Sangat menarik dan membuka wawasan,” ungkap Rani, pengunjung asal Samarinda.
Panitia PKD turut memberikan pujian atas keberhasilan stand ini dalam menghadirkan konsep edukasi yang menyenangkan dan melibatkan generasi muda secara aktif. “Kami memang sengaja melibatkan pemuda agar mereka memiliki pengalaman langsung dan rasa bangga terhadap budayanya sendiri,” kata Puji.
Dengan antusiasme yang tinggi, Museum Kayu Tuah Himba menunjukkan potensi besar sebagai sarana pendidikan budaya yang adaptif terhadap zaman. Disdikbud Kukar berharap, partisipasi museum dalam ajang seperti PKD bisa memperkuat peran institusi budaya dalam membentuk kesadaran sejarah masyarakat secara berkelanjutan, baik di tingkat daerah maupun nasional.[]
Penulis: Eko Sulistiyo | Penyunting: Agnes Wiguna