DPR dan Pemerintah Resmi Mulai Bahas RUU Penyesuaian Pidana

DPR dan Pemerintah Resmi Mulai Bahas RUU Penyesuaian Pidana

Bagikan:

JAKARTA – Pembahasan mengenai perubahan sistem pemidanaan kembali menjadi fokus utama dalam rapat antara Komisi III DPR RI dan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM. Pada Rabu (26/11/2025), Panitia Kerja RUU Penyesuaian Pidana menggelar pertemuan di kompleks parlemen, Jakarta, untuk menelaah sembilan pasal yang dirumuskan sebagai dasar harmonisasi pemidanaan setelah berlakunya KUHP baru.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, menegaskan bahwa keberadaan RUU ini bukan sekadar penyelarasan teknis, tetapi merupakan langkah wajib sebagaimana amanat Pasal 613 KUHP.

“Mengapa undang-undang ini sangat urgen? Karena merupakan perintah dari Pasal 613 KUHP,” ujar Eddy dalam rapat tersebut.

RUU ini dibagi dalam tiga bab yang masing-masing mengatur penyesuaian pidana pada undang-undang di luar KUHP, penyesuaian dalam peraturan daerah, serta perubahan atas norma dalam KUHP yang baru disahkan. Salah satu aspek penting yang kembali diperjelas adalah mengenai skema pidana denda. Eddy menyebut bahwa nominal denda kini telah dibakukan melalui kategori I hingga VIII.

“Kategori I itu maksimumnya Rp1 juta, kemudian Rp10 juta, Rp50 juta, Rp200 (juta), Rp500 (juta), Rp2 miliar, Rp5 miliar, dan Rp50 miliar,” jelasnya.

Selain penataan denda, salah satu poin yang banyak mencuri perhatian ialah penghapusan pidana minimum khusus untuk sejumlah tindak pidana. Pemerintah menilai ketentuan minimum khusus kerap menjadi penyebab kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan, terutama untuk kasus narkotika dengan barang bukti kecil. Meski demikian, Eddy memastikan pengecualian tetap diberlakukan terhadap tindak pidana berat seperti pelanggaran HAM berat, terorisme, pencucian uang, dan korupsi.

Ia mencontohkan bagaimana ketentuan minimum dalam kasus narkotika menciptakan beban berat bagi sistem pemasyarakatan. “Barang bukti yang disita itu kan 0,2 gram, 0,3 gram, tapi harus mendekam 4 tahun karena ada ancaman minimumnya. Oleh karena itu, ancaman minimumnya kita hapus, tetapi untuk maksimumnya itu tetap. Jadi, semua dikembalikan pada pertimbangan hakim,” kata Eddy.

Selain itu, RUU Penyesuaian Pidana juga mengatur berbagai perubahan teknis lainnya, seperti pidana kurungan yang dapat dikonversi menjadi jenis pidana lain, perubahan pidana kumulatif menjadi kumulatif alternatif, serta penyesuaian aturan terkait UU Perikanan hingga UU Lalu Lintas. Penyesuaian ini disebut sebagai upaya menyelaraskan seluruh regulasi agar tidak tumpang tindih dengan KUHP terbaru.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan KUHAP baru dapat langsung diterapkan tanpa menimbulkan kebutuhan penyesuaian lanjutan. Ia menyebut sudah mengantisipasi potensi masalah melalui penyusunan norma dalam KUHAP tersebut.

“Tinggal peraturan pemerintah saja Pak. Kalau saya inventarisasi, itu kalau nggak salah ada 16 ketentuan, yang mendelegasikan aturan lebih lanjut,” kata Habiburokhman.

Dengan bergulirnya pembahasan RUU Penyesuaian Pidana, DPR berharap seluruh perangkat hukum dapat berjalan selaras sehingga proses penegakan hukum menjadi lebih efektif dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda di kemudian hari. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Hotnews Nasional