DPR Soroti Lonjakan Harga Pangan Menjelang Akhir Tahun

DPR Soroti Lonjakan Harga Pangan Menjelang Akhir Tahun

Bagikan:

JAKARTA – Menjelang penutupan tahun 2025, dinamika harga pangan kembali menjadi perhatian publik. Sejumlah komoditas strategis mengalami lonjakan signifikan di berbagai daerah, dan kondisi ini memicu kritik dari DPR. Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan menilai bahwa tren kenaikan harga tersebut bukan semata akibat permintaan yang meningkat pada musim liburan, melainkan mengindikasikan persoalan dalam manajemen pangan nasional.

“Kenaikan harga pangan ini bukan sekadar soal permintaan yang meningkat menjelang liburan, tetapi menandakan adanya kelemahan mendasar dalam tata kelola pangan nasional yang harus segera dibenahi,” ujar Daniel saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (24/11/2025).

Sejumlah pasar tradisional di Jakarta dan Bandung disebut menjual daging ayam hingga mencapai Rp 50.000 per kilogram. Situasi serupa juga ditemukan pada komoditas cabai rawit dan cabai keriting, yang harganya kini berada di kisaran Rp 50.000 hingga Rp 70.000 per kilogram. Kondisi ini membuat beban rumah tangga semakin berat, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah yang rentan terhadap fluktuasi harga.

Daniel menekankan bahwa kenaikan harga yang hampir selalu muncul pada periode akhir tahun merupakan indikasi bahwa pemerintah belum menerapkan strategi menyeluruh dalam menjaga stabilitas pangan. Menurutnya, intervensi sementara seperti operasi pasar atau penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) memang membantu, tetapi solusi tersebut belum menjangkau seluruh titik yang terdampak.

“Pemerintah perlu bergerak cepat dan tepat. Intervensi jangka pendek seperti operasi pasar atau penyaluran beras SPHP yang belum menjangkau seluruh daerah,” ujarnya. “Langkah-langkah itu penting, namun tidak cukup untuk memastikan stabilitas harga di tingkat konsumen maupun keberlanjutan pendapatan petani dan pelaku usaha kecil,” sambung politikus PKB itu.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan terstruktur dalam memperkuat produksi pangan nasional. Ketergantungan terhadap impor disebut menjadi salah satu faktor yang memperbesar risiko fluktuasi harga, terutama ketika pasokan global terganggu atau nilai tukar rupiah melemah.

Daniel menilai bahwa penguatan produksi dalam negeri, efisiensi rantai distribusi, dan pemanfaatan teknologi pertanian harus menjadi prioritas pemerintah. Baginya, kebijakan yang hanya bersifat reaktif tidak akan mampu memutus pola kenaikan harga yang terus berulang.

“Jika ketergantungan pada faktor cuaca dan impor tidak dikurangi, maka stabilisasi harga hanya akan menjadi agenda tahunan yang melelahkan,” tegasnya.

Di tengah berbagai tekanan harga, DPR mendorong pemerintah untuk menetapkan langkah korektif jangka panjang yang tidak hanya mengendalikan harga tetapi juga memperkokoh fondasi produksi pangan nasional. Dengan demikian, masyarakat tidak lagi dibebani lonjakan harga musiman yang terus berulang dari tahun ke tahun. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional