JAKARTA – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di DPRD DKI Jakarta memasuki tahap akhir. Meski menuai penolakan keras dari kelompok pedagang, Panitia Khusus (Pansus) Ranperda KTR tetap mempercepat proses finalisasi regulasi yang dinilai penting untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat ibu kota.
Wakil Ketua Pansus Ranperda KTR DPRD DKI Jakarta, Suhaimi, menegaskan bahwa proses penyusunan hampir rampung. “Kita masih diberikan waktu satu bulan, tapi kalau hari ini selesai ya hari ini selesai, kalau besok ya besok selesai,” katanya di Jakarta, Sabtu (04/10/2025).
Menurutnya, tambahan waktu yang tersedia hanya digunakan untuk penyempurnaan teknis, bukan untuk membuka kembali pembahasan substansi aturan. Hingga kini, Pansus disebut telah menuntaskan pembahasan sampai Pasal 26, meski ada sejumlah perbaikan redaksional yang masih harus diselaraskan. “Tidak ada hal-hal krusial, tapi kita tetap dengar masukan dari anggota Dewan,” tambahnya.
Di sisi lain, perlawanan dari pedagang semakin menguat. Jhonny Simanjuntak, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, mengaku menerima aspirasi langsung dari para pedagang. Ia bahkan menerima Petisi Pernyataan Bersama Penolakan Pedagang se-DKI Jakarta terhadap Ranperda KTR.
“Memang justifikasi teman-teman atas Ranperda KTR ini adalah PP 28. Faktanya PP ini tidak jalan, karena peraturan harus sesuai dengan kondisi masyarakat di lapangan,” kata Jhonny. Ia berjanji memperjuangkan keluhan pedagang agar dapat diperhatikan dalam pembahasan berikutnya di Bapemperda DPRD.
Penolakan pedagang bukan tanpa alasan. Mereka menilai sejumlah pasal justru membebani usaha kecil yang bergantung pada penjualan produk terkait rokok. Menurut para pedagang, kebijakan ini bisa memukul pendapatan dan berpotensi menutup lapangan kerja.
Sebelumnya, aksi damai digelar sejumlah elemen pedagang di sekitar Gedung DPRD DKI Jakarta hingga kawasan Tugu Tani, Jakarta Pusat. Dalam unjuk rasa itu, mereka membentangkan spanduk berisi protes dan kekecewaan atas kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada pelaku usaha kecil.
Namun, dari sisi lain, regulasi kawasan tanpa rokok dianggap sebagai langkah maju untuk menekan angka perokok aktif, melindungi masyarakat dari paparan asap rokok, dan menekan beban biaya kesehatan jangka panjang. Kalangan pendukung Ranperda menilai bahwa perlindungan kesehatan masyarakat jauh lebih penting dibanding kepentingan bisnis semata.
Finalisasi Ranperda KTR ini pun menjadi ujian keseimbangan DPRD DKI Jakarta dalam merespons aspirasi pedagang tanpa mengabaikan kepentingan kesehatan publik. []
Diyan Febriana Citra.