PARLEMENTARIA – Persoalan penguasaan lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) di kawasan Jalan Angklung, Samarinda, mendapat sorotan serius dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Lahan yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk fasilitas publik justru didominasi bangunan permanen dan sementara yang diduga dikuasai oleh oknum tertentu.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Jahidin, menyatakan keprihatinannya atas kondisi lahan yang hampir tidak menyisakan ruang kosong akibat maraknya aktivitas pembangunan bahkan transaksi jual-beli di lokasi tersebut. “Itulah yang sampai sekarang belum jelas. Nanti kita akan undang BPN untuk memastikan, sekaligus meminta agar peta aset dibawa. Faktanya, di lokasi itu sudah banyak bangunan berdiri, bahkan ada aktivitas jual beli. Hampir tidak ada lagi lahan yang kosong. Dari peta terlihat ada bangunan sementara hingga permanen. Saya menduga ada oknum yang bermain di situ,” ujarnya usai rapat dengar pendapat di Gedung E DPRD Kaltim, Senin (25/08/2025).
Jahidin menilai lemahnya pengawasan pemerintah daerah menyebabkan aset tersebut terabaikan selama puluhan tahun. “Ya, Pemprov bisa dikatakan lalai, bahkan betul-betul lalai. Sudah puluhan tahun aset itu dibiarkan. Saya sendiri hampir 20 tahun di sini, bahkan sebelum saya menjabat pun lahan itu sudah ditempati orang. Jadi kenapa baru sekarang persoalan ini mencuat? Bukan karena tidak ada masalah, tapi memang tidak pernah dimunculkan,” jelasnya.
Ia menegaskan komitmen DPRD untuk mengawal penyelesaian persoalan ini hingga tuntas. “Tugas DPRD itu jelas, mengawasi aset Pemprov dan mengamankan inventaris negara. Jadi bukan berarti kami kurang pekerjaan. Justru ini tugas utama kami. Kalau ada oknum yang bermain di dalamnya, harus diseret ke meja hijau agar ada kepastian hukum,” tegas anggota dewan tersebut.
Lebih lanjut, Jahidin mengkritik praktik penguasaan aset negara yang seolah-olah menjadi warisan pribadi. “Sekarang yang menguasai adalah oknum-oknum itu, sementara pejabat tidak punya inisiatif. Aset negara hilang seolah dianggap warisan mereka. Padahal, masyarakat masih banyak yang membutuhkan. Lahan itu bisa dipakai untuk pelayanan publik, dibangun puskesmas, atau minimal sekolah tingkat SLTA. Intinya, kepentingan umum yang harus diutamakan. Jangan sampai orang yang sudah mampu makin diuntungkan, sementara masyarakat kecil dibiarkan susah,” pungkasnya.
Kasus penguasaan lahan di Jalan Angklung ini menjadi perhatian khusus mengingat potensi pemanfaatannya untuk fasilitas publik yang sangat dibutuhkan masyarakat. DPRD Kaltim berencana mengundang Badan Pertanahan Nasional serta instansi terkait untuk meninjau status kepemilikan dan melakukan langkah-langkah penertiban.
Upaya pemulihan aset negara ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi lahan untuk pembangunan puskesmas atau sekolah menengah atas yang selama ini menjadi kebutuhan mendesak warga Samarinda. Dengan demikian, aset strategis tersebut benar-benar dapat memberikan manfaat optimal bagi kepentingan masyarakat luas.[]
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna