PARLEMENTARIA – Peringatan Hari Pajak Nasional 2025 dimanfaatkan Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Sigit Wibowo, untuk mengingatkan pentingnya pembenahan menyeluruh pada sistem pelayanan publik, khususnya di bidang perpajakan, perizinan usaha, dan pengurusan sertifikat tanah. Ia menilai pelayanan yang rumit dan tidak adaptif justru menghambat kepatuhan masyarakat serta berpotensi menurunkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Sebagai warga negara, kita punya kewajiban bayar pajak. Tapi pemerintah juga harus mempermudah masyarakat untuk bisa menjalankan kewajiban itu. Sekarang sudah bisa bayar pajak kendaraan lewat transfer, itu bagus. Tapi jangan berhenti di situ,” ujarnya, Senin (14/7/2025).
Salah satu persoalan yang ia soroti adalah kewajiban menyertakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) asli pemilik lama saat proses balik nama kendaraan atau pelunasan pajak kendaraan yang menunggak lebih dari lima tahun. Banyak warga kesulitan memenuhi syarat ini karena KTP pemilik lama tidak tersedia—baik karena telah berpindah domisili, meninggal dunia, atau sebab lain.
“Kadang KTP-nya ada, kadang tidak. Kalau terus dipaksakan harus pakai KTP asli, ini justru menyulitkan masyarakat. Harusnya pemerintah punya solusi alternatif, misalnya dengan surat keterangan atau validasi dokumen lainnya,” kata Ketua Fraksi PAN–NasDem DPRD Kaltim tersebut.
Ia mengingatkan, di era digital, pemerintah mestinya memanfaatkan teknologi untuk memangkas hambatan administratif. Data kepemilikan kendaraan dan identitas pemilik, katanya, sudah tersimpan dalam basis data pemerintah. “Sekarang teknologi sudah canggih. Kalau soal pelacakan data atau tracking, sistem kita sebenarnya sudah mampu. Jangan sampai pemerintah minta masyarakat bayar pajak, tapi sistemnya sendiri menyulitkan,” tegasnya.
Selain urusan pajak, Sigit juga mengkritisi lambannya penerbitan izin usaha, khususnya pertambangan galian C yang kini menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Ia menyebut, banyak pelaku usaha lokal kesulitan mendapatkan izin resmi meski telah melengkapi persyaratan administratif dan lingkungan.
“Kalau izin tidak dikeluarkan, maka yang terjadi masyarakat tetap jalan secara ilegal. Itu justru berbahaya dan negara bisa kehilangan potensi PAD. Harus ada solusi melalui koordinasi antarinstansi, termasuk aparat keamanan,” ujarnya.
Menurutnya, selama persyaratan seperti dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin lingkungan dipenuhi, pemerintah seharusnya memberikan kemudahan, bukan menambah kerumitan. “Kalau pemerintah memang tidak berniat mengeluarkan izin, jangan sampai menyalahkan masyarakat. Kita harus peka, dan berikan kemudahan sejauh aturan dipenuhi,” tambahnya.
Persoalan lain yang ia soroti adalah tingginya Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang kerap menjadi kendala warga dalam mengurus sertifikat tanah. Menurutnya, besaran biaya tersebut seharusnya bisa disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
“Ketika warga mau selesaikan sertifikat, mereka terbentur biaya BPHTB yang terlalu tinggi. Kalau memang bisa dinegosiasikan, ya lakukan itu secara adil. Kalau tidak, banyak warga yang akhirnya tidak bisa punya bukti hak milik,” ucapnya.
Sigit menilai, program pemerintah pusat yang bertujuan mempermudah layanan publik sering kali tidak berjalan optimal di daerah. Ketidaksinkronan ini berpotensi menghambat pelayanan dan memunculkan celah kepentingan tertentu. “Jangan sampai program pusat sudah bagus, tapi di daerah justru mandek. Apalagi kalau ada ‘titipan-titipan’, ujung-ujungnya malah tidak selesai,” sindirnya.
Sebagai langkah pencegahan pungutan liar, Sigit mendorong masyarakat mengurus langsung administrasi mereka tanpa perantara. Cara ini dianggap lebih aman, transparan, dan dapat meminimalkan risiko terjadinya praktik yang merugikan.
“Mengurus sendiri itu lebih aman, lebih transparan, dan bisa menghindari praktik-praktik yang merugikan. Pelayanan publik harus semakin baik dan berintegritas,” tutupnya.
Dengan penegasan ini, Sigit berharap pemerintah daerah dapat mempercepat transformasi pelayanan publik agar lebih mudah diakses, cepat diselesaikan, dan benar-benar berpihak kepada kepentingan masyarakat luas. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna