DPRD Kaltim Minta Pemerintah Tak Diam atas Sengketa Marangkayu

DPRD Kaltim Minta Pemerintah Tak Diam atas Sengketa Marangkayu

ADVERTORIAL – Persoalan agraria di Kutai Kartanegara kembali mencuat ke permukaan. Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Baharuddin Demmu, menyuarakan keprihatinan sekaligus mendesak pemerintah dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIII agar segera mengembalikan lahan kepada masyarakat, menyusul berakhirnya masa berlaku Hak Guna Usaha (HGU) sejak 2020.

“HGU itu sudah mati sejak 2020, kalau sudah mati, lahan harus dikembalikan ke rakyat dan jangan biarkan rakyat kita menangis,” tegas Baharuddin saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Senin (14/07/2025).

Permasalahan tersebut bermula dari pembangunan Bendungan Marangkayu pada 2007 silam. Kala itu, ganti rugi untuk pembebasan lahan berjalan lancar dan transparan. Baharuddin, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Desa Sebuntal, mengungkapkan bahwa total nilai pembebasan lahan mencapai Rp39 miliar.

Namun, situasi mulai berubah sejak 2017. Baharuddin mengungkapkan, PTPN XIII tiba-tiba mengklaim sekitar 100 hektar lahan yang disebut sebagai kebun karet di wilayah yang telah digarap masyarakat sejak era 1960-an. Padahal, menurutnya, sebagian besar lahan itu tidak pernah ditanami karet dalam 40 tahun terakhir.

“Sejak 2007 hingga 2017 aman, tiba-tiba muncul HGU PTPN XIII seluas 100 hektar, kami tidak pernah tahu bahkan tidak pernah ada laporan, padahal lahan itu telah digarap rakyat sejak tahun 1970-an bahkan 1960,” ujarnya.

Konflik kepemilikan lahan tersebut berdampak besar. Dana ganti rugi sebesar Rp39 miliar tidak dapat langsung diberikan ke masyarakat karena harus dititipkan di pengadilan melalui mekanisme konsinyasi. Proses hukum kini tengah memasuki tahap kasasi.

“HGU-nya itu bilang kebun karet sekitar kurang lebih mungkin 100 hektar dan ada sebagian persawahan itu tidak pernah ditanami karet hampir 40 tahun sejak tahun 80-an sampai sekarang, adanya HGU PTPN XIII uangnya sudah dititipkan di pengadilan serta sedang proses kasasi,” kata Baharuddin.

Situasi diperparah dengan digenanginya kawasan akibat pengoperasian bendungan. Banyak rumah warga hanya menyisakan bagian atap, dan akses menuju kebun menjadi sulit karena harus menggunakan perahu. Sementara, status kepemilikan lahan belum diselesaikan secara adil.

“Akibat telah difungsikan bendungan, banyak rumah warga yang tinggal atap dan rakyat sekarang naik perahu kalau mau ke kebun tidak ada jalan lain, ini masalah serius,” ungkapnya.

Baharuddin mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pemerintah Provinsi Kaltim, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk segera turun tangan. Ia menyebut nama-nama seperti Sofyan Hasdam dan Yuliani Henok sebagai perwakilan yang harus memperjuangkan kepentingan rakyat dalam sengketa ini.

“Rakyat tidak mengambil tanah PTPN, tanah rakyat yang memang selama ini dipakai untuk bersawah. Jadi saya berharap sebagai pejabat daerah atau pejabat pusat pedulilah terhadap itu, jangan dibiarkan rakyat kita menangis,” tutup Baharuddin.[]

Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna

Advertorial DPRD Kaltim