PARLEMENTARIA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas’ud, menegaskan bahwa aksi perusakan fasilitas saat demonstrasi mahasiswa pada Senin (01/09/2025) di depan gedung DPRD Kaltim tidak sepenuhnya dilakukan oleh mahasiswa. Ia menyoroti dugaan keterlibatan pihak lain yang menunggangi jalannya aksi tersebut.
Dalam wawancara resmi di ruang E DPRD Kaltim pada Selasa (03/09/2025), Hasanuddin menyampaikan keprihatinannya atas kerusakan yang terjadi pascaaksi. Menurutnya, tindakan anarkis berupa coretan, pelepasan, hingga perusakan fasilitas gedung DPRD Kaltim jelas tidak dapat dibenarkan.
“Coretan dan kerusakan di depan gedung itu sebenarnya tidak boleh dilakukan karena sudah termasuk tindakan anarkis. Semua biaya perbaikan akhirnya ditanggung kami lagi, karena tidak ada anggaran dari pemerintah untuk itu. Mulai dari pencoretan, perusakan, sampai pelepasan fasilitas, semua harus kami ganti kembali. Mudah-mudahan ada dana dari Sekwan untuk membantu,” ujar Hasanuddin.
Ia menambahkan, aparat keamanan sebenarnya telah disiapkan untuk berjaga selama tiga hari penuh guna mengantisipasi kemungkinan kericuhan. Namun, kendala teknis terkait anggaran konsumsi bagi petugas menjadi tantangan tersendiri.
“Aparat keamanan sebenarnya siap menjaga selama tiga hari. Tapi kendalanya, anggaran di kesekretariatan tidak ada untuk menyediakan konsumsi bagi petugas. Mengasih makan aparat saja kami kesulitan,” jelasnya.
Hasanuddin kembali menekankan pentingnya menjaga agar aksi tetap tertib dan damai. Ia menegaskan bahwa aspirasi masyarakat, termasuk mahasiswa, dapat disampaikan dengan cara-cara konstitusional tanpa harus merusak fasilitas umum.
“Kalau ada aksi, saya selalu tekankan agar dilakukan secara tertib dan damai. Aspirasi bisa disampaikan, lalu kita sama-sama melihat apakah bisa diperjuangkan atau tidak,” katanya.
Lebih lanjut, Hasanuddin menyoroti indikasi bahwa kerusuhan yang terjadi tidak murni berasal dari mahasiswa. Berdasarkan data penangkapan aparat kepolisian, sejumlah orang yang ditangkap terbukti bukan berasal dari kalangan mahasiswa.
“Banyak dugaan bahwa tindakan anarkis itu bukan dilakukan mahasiswa, melainkan oknum lain. Dari 14 orang yang ditangkap, ternyata banyak yang bukan mahasiswa. Bahkan ada temuan bom molotov di Banggris. Untuk hal itu, silakan tanyakan ke pihak kepolisian, karena kami fokus pada jalannya aksi kemarin,” tambahnya.
Meski demikian, Hasanuddin menegaskan bahwa peran mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi tetap harus dihargai. Namun, kewaspadaan terhadap potensi provokasi dari pihak luar juga tidak boleh diabaikan. Aksi demonstrasi seharusnya menjadi wadah penyampaian pendapat yang sehat dan konstruktif, bukan ajang perusakan atau tindakan kriminal.
DPRD Kaltim, lanjutnya, tetap membuka ruang dialog dengan mahasiswa maupun masyarakat untuk menampung aspirasi. Ia menegaskan bahwa jika aksi dilakukan secara anarkis, penanganannya masuk ranah hukum dan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum.
“Kaltim ini dikenal sebagai provinsi yang aman, apalagi kita punya tanggung jawab besar menjaga IKN. Jadi saya harap ke depan, semua aksi bisa berjalan damai, tanpa provokasi dan tanpa perusakan,” pungkasnya.
Hasanuddin menekankan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi mahasiswa dan masyarakat dalam mengatur jalannya aksi ke depan. Transparansi, keteraturan, dan komitmen pada jalur hukum menjadi kunci agar penyampaian aspirasi tetap efektif tanpa menimbulkan kerugian bagi semua pihak.
“Harus ada perencanaan matang sebelum melakukan aksi. Jangan sampai niat baik menyampaikan aspirasi justru menimbulkan kerugian bersama. Dialog dan komunikasi dengan pihak DPRD maupun aparat keamanan sangat penting agar jalannya aksi aman, damai, dan tetap konstruktif,” tambah Hasanuddin.
Ia menegaskan bahwa DPRD Kaltim akan terus berupaya membuka ruang aspirasi seluas-luasnya bagi mahasiswa dan masyarakat, asalkan semua pihak mematuhi aturan dan menjaga ketertiban publik. Langkah ini penting untuk memastikan aspirasi tersampaikan, pembangunan IKN tetap berjalan lancar, dan kondisi provinsi tetap kondusif.
“Penyampaian aspirasi itu hak setiap warga, tapi jangan sampai mengganggu ketertiban umum. Kita ingin aspirasi tersampaikan, tapi keamanan dan kenyamanan masyarakat tetap terjaga. Ini tanggung jawab kita bersama,” pungkasnya. []
Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna