PARLEMENTARIA – Rencana pemindahan jalur angkutan hasil tambang dan kelapa sawit dari jalur darat ke jalur sungai kembali mengemuka di Kalimantan Timur (Kaltim). Usulan ini disambut positif oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim karena dinilai sejalan dengan aspirasi masyarakat yang sudah lama mengeluhkan kerusakan jalan akibat dilalui kendaraan bertonase besar.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Firnadi Ikhsan, menyebut gagasan tersebut bisa menjadi solusi jangka panjang untuk melindungi infrastruktur jalan umum. Namun, ia menekankan perlunya perencanaan matang dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar kebijakan dapat berjalan efektif.
“Saya kira itu memang satu-satunya yang dipikirkan masyarakat. Kami setuju, karena jalan yang dibangun dengan dana rakyat seharusnya dinikmati oleh rakyat, bukan justru rusak karena beban industri,” ujar Firnadi, Selasa (01/07/2025).
Firnadi mengingatkan bahwa upaya serupa sebenarnya sudah pernah dilakukan. Pemerintah provinsi sebelumnya menerapkan kebijakan pembatasan tonase kendaraan dan penetapan jalur khusus untuk angkutan tambang. Sayangnya, kedua langkah tersebut gagal mencapai hasil maksimal.
“Faktanya masih gagal. Tonase diatur, tapi tetap dilanggar. Jalur khusus diatur, tapi belum ada realisasinya. Jadi kalau sekarang wacananya pindah ke sungai, ya kami tunggu konsep nyatanya seperti apa,” jelasnya.
Ia menegaskan, memindahkan jalur distribusi ke sungai tidak bisa dianggap sebagai langkah cepat yang otomatis menyelesaikan masalah. Sebaliknya, kebijakan tersebut berpotensi memunculkan tantangan baru, seperti dampak sosial bagi warga yang tinggal di bantaran sungai maupun kesiapan infrastruktur pelabuhan dan dermaga yang akan digunakan. “Seperti apa konsep konkret dari pemerintah provinsi. Sampai sekarang belum ada paparan lengkapnya, apalagi tanggapan dari para pengusaha tambang,” ucapnya.
Selain itu, ia menilai keterlibatan dunia usaha menjadi faktor kunci. Tanpa komitmen nyata dari perusahaan tambang dan perkebunan kelapa sawit, kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan menjadi wacana tanpa realisasi.
Firnadi juga menekankan pentingnya duduk bersama antara pemerintah daerah, DPRD, pelaku industri, dan masyarakat untuk merumuskan langkah-langkah yang realistis dan berpihak pada kepentingan publik. “Jalan umum itu dibangun untuk rakyat, bukan untuk rusak karena kendaraan tambang,” pungkasnya.
Masyarakat di berbagai daerah di Kaltim, khususnya di jalur strategis yang kerap dilalui truk tambang, sudah lama menyuarakan keresahan mereka. Kerusakan jalan tidak hanya menghambat aktivitas warga, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas. Oleh karena itu, rencana pemindahan jalur angkutan ke sungai diharapkan dapat menjadi solusi yang berkelanjutan.
Meski demikian, sejumlah pengamat transportasi mengingatkan bahwa kebijakan ini memerlukan investasi besar untuk pengadaan armada kapal, pembangunan fasilitas dermaga, serta sistem logistik terpadu. Tanpa itu semua, pemindahan jalur hanya akan menambah beban biaya tanpa manfaat signifikan bagi masyarakat maupun industri.
Bagi DPRD Kaltim, usulan ini merupakan peluang untuk mengurangi kerusakan jalan dan meningkatkan efisiensi transportasi hasil tambang. Namun, keberhasilan kebijakan ini sepenuhnya bergantung pada sejauh mana pemerintah mampu merancang dan melaksanakan konsepnya secara menyeluruh. []
Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna