PARLEMENTARIA – Rapat Paripurna ke-34 DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin (08/09/2025) menjadi sorotan karena difokuskan sepenuhnya pada pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2025. Agenda yang digelar di Gedung Utama (B) DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, ini dipandang penting karena menyangkut keberlangsungan program pembangunan di tengah ancaman pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Pusat.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan bahwa agenda penyusunan rancangan APBD 2026 belum bisa dilakukan. Menurutnya, pemerintah daerah masih menunggu kepastian regulasi dari pusat, terutama soal kebijakan DBH yang menjadi salah satu sumber utama penerimaan daerah.
“Penyelesaian APBD-P 2025 ini mendesak karena waktu yang semakin terbatas,” ujar Hasanuddin, yang akrab disapa Hamas. Ia menambahkan bahwa DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) akan bekerja keras agar kesepakatan bisa segera rampung.
Hamas juga mengungkapkan adanya indikasi kuat bahwa DBH untuk seluruh daerah berpotensi mengalami pemotongan hingga 50 persen. Jika hal itu benar-benar diterapkan, Kaltim akan kehilangan sekitar Rp5 triliun dari proyeksi awal Rp21 triliun. “Jika kebijakan ini berlaku, maka DBH yang dikucurkan ke Kaltim akan terpotong dari Rp21 triliun menjadi sekitar Rp15 triliun,” jelasnya.
Kondisi tersebut jelas menimbulkan tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam menjaga keberlanjutan pembangunan. Meski begitu, Hamas menegaskan bahwa DPRD tetap berkomitmen merampungkan APBD-P 2025. Strategi efisiensi pun akan dilakukan terhadap program-program di tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Kita bersama-sama TAPD akan melihat semua program SKPD yang mana yang perlu dilakukan efisiensi. Tentunya yang menyangkut langsung kepada kepentingan masyarakat akan tetap menjadi prioritas,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim sekaligus Ketua TAPD, Sri Wahyuni, menuturkan bahwa pemerintah provinsi masih menunggu keputusan resmi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Menurutnya, kepastian regulasi terkait DBH akan menjadi dasar penting dalam penyusunan simulasi ulang belanja daerah untuk APBD 2026.
“Kepastian regulasi pemotongan DBH itu akan menjadi dasar bagi simulasi ulang belanja daerah. Nanti akan kita simulasikan lagi dengan belanja wajib, belanja mengikat, belanja mandatori, maupun belanja prioritas daerah,” papar Sri Wahyuni.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tetap berharap kebijakan pemotongan tidak mengganggu jalannya program prioritas. Belanja daerah, menurutnya, harus tetap diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara luas, mulai dari layanan dasar hingga program pembangunan strategis.
Situasi fiskal yang belum menentu membuat DPRD Kaltim dan TAPD sepakat memusatkan perhatian terlebih dahulu pada penyelesaian APBD-P 2025. Adapun rancangan APBD 2026 baru akan dibahas setelah ada kepastian dari Pemerintah Pusat.
Kesepakatan yang diambil dalam rapat paripurna ini dinilai sebagai langkah krusial untuk menjaga stabilitas fiskal dan kesinambungan pembangunan daerah. Bagi DPRD, fokus tersebut menunjukkan komitmen dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Sementara bagi Pemprov, keputusan ini mencerminkan keseriusan dalam memastikan bahwa program yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat tetap berjalan, meski anggaran terancam berkurang. []
Penulis: Muhammaddong | Penyunting: Agnes Wiguna