Drone China Dekat Yonaguni, Jepang Kerahkan Jet Tempur

Drone China Dekat Yonaguni, Jepang Kerahkan Jet Tempur

Bagikan:

TOKYO – Hubungan Jepang dan China kembali diuji setelah Tokyo melaporkan adanya dugaan pesawat tanpa awak asal China yang memasuki wilayah udara dekat Pulau Yonaguni pada Sabtu (15/11/2025), lalu. Insiden ini membuat Jepang mengambil langkah taktis dengan mengerahkan jet tempur untuk memastikan keamanan wilayahnya, terutama karena lokasi kejadian berada di area yang berdekatan dengan Taiwan wilayah yang sering menjadi titik sensitif geopolitik regional.

Pemerintah Jepang mengumumkan langkah tersebut pada Senin (17/11/2025), bersamaan dengan meningkatnya ketegangan kedua negara setelah pernyataan Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengenai kemungkinan keterlibatan militer Jepang jika terjadi serangan China terhadap Taiwan. Sikap keras Tokyo itu kembali menjadi sorotan Beijing, yang selama ini menganggap isu Taiwan sebagai urusan domestik mereka.

Ketegangan semakin nyata ketika pada Minggu (16/11/2025), kapal penjaga pantai China terlihat berada selama beberapa jam di perairan sekitar Kepulauan Senkaku yang berada di bawah administrasi Jepang. Kepulauan kecil yang oleh China disebut Diaoyu itu kembali menjadi sumber gesekan.

“Kapal penjaga pantai China… berada beberapa jam di perairan teritorial Jepang,” ujar Sekretaris Kabinet Jepang, Minoru Kihara, sembari menegaskan bahwa penjagaan perbatasan maritim tetap diperketat.

Sanae Takaichi sendiri dikenal memiliki pandangan tegas terhadap China. Dalam rapat parlemen pada 7 November, ia menyampaikan kekhawatirannya terhadap situasi kawasan. “Keadaan darurat di Taiwan yang melibatkan kapal perang dan penggunaan kekuatan berpotensi mengancam kelangsungan hidup (Jepang),” ujarnya. Berdasarkan hukum domestik Jepang, skenario ancaman eksistensial membuka peluang bagi Jepang untuk menggunakan kekuatan militernya secara sah.

Namun respons dari China tak kalah keras. Seorang diplomat China di Osaka melontarkan ancaman yang memicu kehebohan, dengan mengatakan akan “memenggal kepala PM Jepang” akibat pernyataannya terkait isu Taiwan. Pernyataan itu mendapat kecaman luas, termasuk dari Amerika Serikat. Duta Besar AS untuk Jepang, George Glass, secara terbuka mengecam komentar tersebut melalui unggahan di X, menilai ucapan itu sebagai tindakan tidak profesional.

Penolakan terhadap sikap agresif Beijing juga datang dari Taiwan. Presiden Lai Ching-te meminta China menahan diri. “China harus kembali ke jalur tatanan internasional berbasis aturan, yang akan membantu menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan,” ujarnya saat diwawancarai wartawan.

Di tengah meningkatnya tensi, Jepang tetap berupaya meredakan situasi melalui jalur diplomasi. Pada Senin, Tokyo mengutus Masaaki Kanai, pejabat senior Kementerian Luar Negeri bidang Asia-Pasifik, untuk melakukan dialog langsung di China. “Kami berusaha untuk tidak memperburuk situasi,” kata Kanai, menegaskan bahwa Jepang tetap mengedepankan penyelesaian damai di tengah dinamika keamanan Asia Timur yang semakin kompleks.

Media pemerintah China melalui People’s Daily juga menambah panas suasana dengan menyebut pernyataan Takaichi sebagai “provokasi yang disengaja”. Hingga kini, belum ada tanda bahwa ketegangan akan mereda, sementara upaya diplomatik terus berjalan agar insiden udara dan maritim tidak berkembang menjadi konflik lebih besar. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Internasional