PARLEMENTARIA – Polemik penetapan calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali memicu reaksi keras dari internal DPRD. Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim dari Fraksi PKB, Damayanti, menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap keputusan panitia seleksi yang dikendalikan Komisi I. Ia menilai keputusan tersebut tidak hanya janggal, tetapi juga mencederai marwah fraksinya yang selama ini memiliki posisi strategis di lembaga legislatif.
“Tentunya kami sangat merasa kecewa terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh teman-teman panitia, dalam hal ini Komisi 1 yang berkaitan dengan hasil calon anggota KPID,” ujarnya, Jumat (21/11/2025).
Menurut Damayanti, kejanggalan itu muncul karena Komisi I diketuai oleh anggota Fraksi PKB, namun justru fraksinya tidak dilibatkan dalam proses pemberian masukan. Kondisi ini, katanya, menunjukkan adanya ketidaksinkronan internal dan komunikasi yang terputus di tingkat komisi. “Karena Komisi 1 itu ketuanya dipimpin oleh anggota yang merupakan dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa…,” katanya.
Ia menegaskan, absennya undangan bagi Fraksi PKB untuk menyampaikan pandangan membuat fraksinya seolah dianggap tidak memiliki posisi apa pun dalam proses seleksi tersebut. “Namun amat disayangkan keberadaan kami seolah-olah dianggap tidak ada…,” ucapnya.
Damayanti juga menyebut bahwa seluruh fraksi di DPRD dimintai pendapat mengenai kandidat KPID, tetapi Fraksi PKB tidak menerima informasi sama sekali. “Di saat semua fraksi-fraksi dimintain pendapat… kami dari fraksi PKB tidak diberi informasi…,” tegasnya.
Ia bahkan menyinggung adanya dugaan bahwa suara perempuan kurang dihargai, mengingat dirinya menjabat sebagai ketua fraksi. “Mentang-mentang ketua fraksinya perempuan sehingga tidak didengarkan suara kami…,” ungkapnya.
Damayanti menilai situasi ini ironis. Dari tujuh fraksi di DPRD Kaltim, hanya Fraksi PKB yang tidak menerima konfirmasi apa pun terkait seleksi. “Lucu sekali, di antara tujuh fraksi… kok malah kami yang tidak ada konfirmasi apa-apa…,” katanya.
Ia menyebut polemik ini sudah mengarah pada perhatian hukum. “Karena ini sudah keluar informasinya, salah satunya ke pengadilan…,” ujarnya.
Bagi Damayanti, persoalan ini bukan semata soal administrasi, melainkan persoalan harga diri fraksi dan penghormatan terhadap representasi masyarakat. “Sebenarnya ini lebih ke harga diri kami sebagai fraksi…,” katanya.
Ia menutup dengan penegasan bahwa suara perempuan tidak boleh diabaikan dalam proses politik. “Artinya, ya ini hanya sekedar mengingatkan semua, jangan sampai suara perempuan dibungkam,” tutupnya. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

