Geledah Rumah Dinas Kajari HSU, KPK Sita 1 Unit Toyota Hilux

Geledah Rumah Dinas Kajari HSU, KPK Sita 1 Unit Toyota Hilux

Bagikan:

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperluas penelusuran aset dalam penanganan perkara dugaan pemerasan yang menjerat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU), Albertinus P. Napitupulu. Dalam rangkaian penggeledahan yang dilakukan penyidik, KPK menyita satu unit kendaraan roda empat jenis Toyota Hilux dari rumah dinas Kajari HSU.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa kendaraan tersebut tercatat sebagai aset milik Pemerintah Daerah Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Temuan ini menambah daftar barang bukti yang diamankan penyidik untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum.

“Penyidik juga mengamankan satu unit kendaraan roda empat di rumah dinas Kajari HSU, yang tercatat milik pemerintah daerah Toli-Toli,” kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/12/2025).

Selain rumah dinas, KPK juga melakukan penggeledahan di dua lokasi lain yang berkaitan dengan Albertinus, yakni rumah pribadinya di kawasan Jakarta Timur serta kantor Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara. Langkah ini dilakukan untuk memastikan tidak ada aset maupun dokumen yang luput dari pemeriksaan penyidik.

Budi menyampaikan, dari rangkaian penggeledahan di tiga titik tersebut, penyidik mengamankan berbagai dokumen serta barang bukti elektronik yang diduga berkaitan langsung dengan perkara yang tengah ditangani.

“Dari penggeledahan di tiga titik tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga terkait dengan dugaan perkara tindak pidana pemerasan ataupun pemotongan anggaran di lingkungan Kejari HSU,” ujarnya.

Penggeledahan dan penyitaan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk membongkar secara menyeluruh dugaan praktik pemerasan yang melibatkan pejabat penegak hukum di daerah. Kasus ini mencuat setelah KPK menetapkan tiga jaksa sebagai tersangka pada Sabtu (20/12/2025) pagi.

Ketiga tersangka tersebut adalah Albertinus P. Napitupulu selaku Kajari Hulu Sungai Utara, Asis Budianto selaku Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel), serta Tri Taruna Fariadi selaku Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun).

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan kecukupan alat bukti.

“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka,” kata Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu.

KPK menduga Albertinus menerima aliran dana sekitar Rp804.000.000, baik secara langsung maupun melalui perantara, yakni Asis Budianto dan Tri Taruna Fariadi. Dana tersebut diduga berasal dari praktik pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), serta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Menurut Asep, modus yang digunakan Albertinus adalah dengan mengancam akan menindaklanjuti laporan pengaduan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) jika pihak dinas tidak memenuhi permintaan tertentu.

Selain dugaan pemerasan, Albertinus juga diduga melakukan pemotongan anggaran internal Kejari HSU melalui bendahara untuk kepentingan operasional pribadi. Ia juga disebut menerima penerimaan lain senilai Rp450.000.000. Sementara itu, Tri Taruna Fariadi diduga menerima aliran dana hingga Rp1.070.000.000.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

Kasus ini kembali menegaskan komitmen KPK untuk membersihkan praktik korupsi tanpa pandang bulu, termasuk di lingkungan aparat penegak hukum. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional