MELBOURNE – Gelombang demonstrasi besar dijadwalkan berlangsung serentak di 12 kota Australia pada Sabtu (13/09/2025) siang. Aksi yang diberi tajuk Australia Unites Against Government Corruption serta National Day of Action Against Racism & Fascism ini diprediksi akan menyedot perhatian publik luas.
Unjuk rasa akan digelar di Adelaide, Brisbane, Cairns, Canberra, Darwin, Hobart, Grafton, Katoomba, Mackay, Melbourne, Perth, dan Sydney. Aksi ini digerakkan oleh sejumlah kelompok masyarakat sipil dengan tujuan utama mendesak pemerintah lebih transparan dan akuntabel.
Selain isu korupsi, demonstran juga membawa sederet tuntutan lain. Mereka menolak rencana pengesahan RUU media sosial, menuntut perlindungan data pribadi, menolak perjanjian pandemi WHO, serta meminta kebijakan yang lebih mendukung petani. Krisis perumahan, tingginya biaya hidup, serta isu rasisme juga termasuk dalam agenda protes.
“Gerakan kita yang kuat mengadvokasi transparansi dan akuntabilitas, menyatukan warga dalam perjuangan untuk Australia yang lebih baik. Bersama-sama, kita dapat membuat perbedaan,” tulis organisator dalam pernyataan di laman resmi mereka.
Di sisi lain, kelompok aktivis Aborigin dan pro-Palestina akan menggelar aksi paralel bertajuk National Day of Action against Racism and Fascism. Mereka menilai aksi ini penting sebagai respons atas dugaan serangan kelompok neo-Nazi terhadap kamp komunitas Aborigin di Melbourne pada 31 Agustus lalu.
Pihak kepolisian, khususnya di Negara Bagian Victoria, telah meningkatkan kewaspadaan. Mereka mengantisipasi potensi infiltrasi kelompok ekstrem kanan maupun kiri yang bisa memicu bentrokan.
“Kami tidak bisa menutup kemungkinan kelompok neo-Nazi kembali turun ke jalan, meski salah satu pimpinan mereka masih mendekam di penjara,” ujar pihak Kepolisian Negara Bagian Victoria. Polisi bahkan diberi kewenangan tambahan, seperti menggeledah warga yang dicurigai membawa senjata dan memerintahkan massa melepas penutup wajah.
Jaksa Agung Victoria, Sonya Kilkenny, menegaskan sikap pemerintah terkait aksi ini. “Jangan pernah menggunakan dalih demonstrasi untuk melakukan tindak kriminal,” katanya. Ia menambahkan, “Tidak ada tempat untuk aksi yang menyebarkan kebencian, ketakutan, dan kekerasan. Dan tidak ada tempat di Victoria bagi kelompok neo-Nazi.”
Situasi ini juga menjadi perhatian Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Canberra. Melalui unggahan di media sosial, KBRI mengimbau warga negara Indonesia (WNI) agar berhati-hati.
“KBRI Canberra mengimbau kepada masyarakat Indonesia di Australia untuk tetap tenang dan waspada, terutama di sekitar lokasi unjuk rasa/kerumunan,” tulis imbauan tersebut. WNI juga diminta mematuhi arahan aparat setempat, memantau informasi terkini, serta menghubungi nomor darurat bila terdampak.
Dengan sejumlah isu yang diangkat serta latar belakang ketegangan sebelumnya, demonstrasi kali ini bukan sekadar protes rutin, melainkan gambaran keresahan sosial yang semakin meluas. Pemerintah, aparat keamanan, hingga komunitas internasional kini mencermati bagaimana Australia mengelola aspirasi warga di tengah ancaman perpecahan sosial dan politik identitas. []
Diyan Febriana Citra.