Gugatan BBM Langka terhadap Menteri ESDM Masuk Tahap Mediasi

Gugatan BBM Langka terhadap Menteri ESDM Masuk Tahap Mediasi

Bagikan:

JAKARTA – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mulai memfasilitasi proses mediasi dalam perkara gugatan perdata terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Gugatan tersebut diajukan seorang warga sipil bernama Tati Suryati, yang merasa dirugikan akibat kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta, termasuk Shell.

Dalam sidang kedua yang digelar Rabu (15/10/2025), Hakim Ketua Ni Kadek Susantiani menegaskan bahwa mediasi merupakan tahapan wajib sebelum pemeriksaan perkara dimulai.

“Sebelum pemeriksaan kita lakukan, kepada para pihak diwajibkan untuk proses mediasi,” ujarnya di ruang sidang PN Jakarta Pusat.

Seluruh pihak telah hadir dalam sidang tersebut. Penggugat, Tati Suryati, datang bersama kuasa hukumnya, Boyamin Saiman, sedangkan pihak tergugat yakni Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Pertamina, dan PT Shell Indonesia mengutus tim hukum masing-masing.

Hakim Kadek berharap, seluruh pihak menjalani mediasi dengan itikad baik agar dapat menemukan kesepakatan damai.

“Saya berharap dalam proses mediasi ini bisa dilakukan dengan iktikad baik dari para pihak dan saya berharap para pihak bisa menemukan titik temu, ada perdamaian yang bisa disepakati,” katanya.

Majelis hakim kemudian menunjuk Saptono, SH, MH, sebagai mediator resmi untuk memfasilitasi pertemuan para pihak. Hakim memberi waktu 30 hari untuk proses mediasi, dan persidangan baru akan dilanjutkan setelah ada laporan hasil mediasi dari mediator. Gugatan ini terdaftar dengan nomor 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, tercatat sejak 29 September 2025.

Menurut Boyamin Saiman, kliennya merupakan konsumen setia BBM V-Power Nitro+ RON 98 milik Shell. Sejak pertengahan September 2025, Tati tidak lagi bisa mendapatkan produk tersebut di SPBU swasta karena kelangkaan. Ia pun terpaksa beralih ke BBM RON 92 dari Pertamina.

“Bahwa Tergugat I (Menteri ESDM) melalui pernyataan di beberapa media yang dipublikasikan pada tanggal 20 September 2025 menyatakan bahwa pemerintah membuat keputusan untuk tetap melayani penjualan BBM impor tetapi itu akan diberikan lewat kolaborasi dengan Pertamina (Tergugat II),” ujar Boyamin.

Pihak penggugat menilai kebijakan itu melanggar Pasal 12 ayat (2) Perpres Nomor 191 Tahun 2014, yang menjamin hak badan usaha untuk melakukan impor minyak bumi dengan rekomendasi Kementerian ESDM dan izin dari Kementerian Perdagangan. Dalam pandangan penggugat, kebijakan tersebut mengakibatkan pembatasan kuota dan ketergantungan kepada Pertamina, yang dianggap sebagai bentuk perbuatan melawan hukum.

Akibatnya, Tati menggugat ganti rugi materiil sebesar Rp 1.161.240 dan immateriil sebesar Rp 500 juta. Ia mengklaim mobil pribadinya berpotensi rusak karena menggunakan BBM dengan kadar oktan lebih rendah dari biasanya.

Meski nilai materiilnya kecil, perkara ini menjadi sorotan karena menyinggung kebijakan strategis sektor energi. Pengamat hukum menilai, mediasi menjadi ruang penting bagi penyelesaian sengketa antara warga dan pemerintah secara proporsional tanpa memperpanjang polemik di ruang publik. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Kasus Nasional