JAKARTA – Ketegangan internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali mencuat ke permukaan setelah Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya menegaskan bahwa kedudukannya hanya dapat diubah melalui forum tertinggi organisasi, yakni Muktamar. Penegasan itu ia sampaikan menanggapi dinamika yang berkembang dalam beberapa pekan terakhir, termasuk pernyataan yang disebut-sebut sebagai hasil Rapat Harian Syuriyah.
Dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (03/12/2025), Gus Yahya mengatakan bahwa struktur organisasi NU memiliki mekanisme yang tegas terkait pergantian ketua umum.
“Posisi saya sebagai Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Mandataris Muktamar ke-34 tahun 2021 di Lampung tetap tidak dapat diubah kecuali melalui Muktamar. Ini sangat jelas dan tanpa tafsir ganda di dalam sistem konstitusi dan regulasi NU,” ujarnya.
Ia merespons informasi yang beredar bahwa Rapat Harian Syuriyah telah menghasilkan keputusan terkait posisinya. Menurut dia, pernyataan tersebut tidak sah secara organisasi.
“Keputusan yang diklaim berasal dari Rapat Harian Syuriyah mengenai posisi saya itu tidak dapat diterima dan batal demi hukum, karena di luar kewenangan dari Rapat Harian Syuriyah itu sendiri,” tegasnya. “Secara material jelas tidak dapat diterima, dan itu apabila diturutkan, akan meruntuhkan keseluruhan konstruksi organisasi Nahdlatul Ulama ini,” tambahnya.
Di hadapan awak media, Gus Yahya menekankan bahwa dirinya tetap sah menjabat sebagai ketua umum, baik secara administratif maupun operasional. Pernyataan ini muncul setelah Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyebut bahwa sejak 26 November 2025, Gus Yahya bukan lagi ketua umum.
Ia pun mengacu pada AD/ART NU yang dinilainya memberikan batasan jelas mengenai mekanisme pergantian.
“Secara de jure, berdasarkan AD/ART NU, saya tetap sebagai Ketua Umum PBNU dan tidak bisa diganti atau dimundurkan kecuali melalui forum Muktamar atau Muktamar Luar Biasa,” ujarnya.
Gus Yahya mengatakan bahwa aktivitas organisasi masih berjalan normal.
“Secara de facto saya tetap menjalankan tugas saya sebagai Mandataris Muktamar NU ke-34 di Lampung hingga tahun 2026/2027. Saya masih terus mengupayakan untuk menjalankan agenda dan khidmah PBNU demi kepentingan dan kemaslahatan jemaah dan jam’iyyah NU,” tuturnya.
Di tengah polemik yang berkembang, ia menyebut terus meminta arahan para masyayikh dan berharap persoalan ini dapat berakhir damai.
Di sisi lain, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyampaikan pernyataan berbeda. Dalam konferensi pers di PWNU Jawa Timur, Sabtu (29/11/2025), ia menegaskan bahwa Gus Yahya telah diberhentikan melalui risalah rapat Syuriyah yang digelar 20 November lalu.
“Bahwa terhitung mulai tanggal 26 November 2025 pukul 00:45 WIB Kiai Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus sebagai ketua umum PBNU. Sehingga tidak berhak menggunakan atribut dan tidak memiliki kewenangan sebagai ketua umum PBNU,” ujarnya.
Untuk sementara, Kiai Miftach mengaku merangkap tugas hingga ditetapkan ketua umum baru. Ia menambahkan bahwa PBNU akan segera menyelenggarakan forum untuk memastikan keberlanjutan organisasi.
“Untuk memastikan berjalannya roda organisasi secara normal maka akan laksanakan rapat pleno atau muktamar dalam waktu segera. Ya, dalam waktu segera,” katanya.
Polemik ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga ada keputusan resmi dari forum tertinggi organisasi. []
Diyan Febriana Citra.

