Harga Minyak Turun Usai OPEC+ Naikkan Produksi

Harga Minyak Turun Usai OPEC+ Naikkan Produksi

JAKARTA – Harga minyak mentah global mengalami penurunan pada awal perdagangan Asia, Senin (04/08/2025), setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) mengumumkan rencana untuk kembali meningkatkan produksi secara signifikan mulai September 2025. Langkah ini diperkirakan akan mengubah peta pasokan global sekaligus menjadi sinyal penting bagi stabilitas harga energi dunia dalam beberapa bulan ke depan.

Mengutip laporan Reuters, kontrak berjangka Brent crude turun sebesar 43 sen atau 0,62 persen, menjadi US$ 69,24 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) milik Amerika Serikat juga mengalami pelemahan sebesar 39 sen atau 0,58 persen, ke posisi US$ 66,94 per barel.

Pengumuman OPEC+ yang disampaikan Minggu (03/08/2025) menyebutkan bahwa kelompok tersebut sepakat untuk menaikkan produksi minyak sebesar 547.000 barel per hari (bph) pada September 2025. Kenaikan ini menandai percepatan dari kebijakan pemulihan produksi sebelumnya, yang sempat dikurangi drastis akibat pandemi dan ketidakpastian global.

Langkah ini juga dipahami sebagai bagian dari upaya OPEC+ untuk merebut kembali pangsa pasar yang tergerus akibat ketegangan geopolitik, khususnya yang berkaitan dengan konflik berkepanjangan antara Rusia dan negara-negara Barat. Ketidakpastian dari sisi pasokan akibat konflik tersebut telah menciptakan volatilitas harga dan mendorong negara produsen untuk kembali mengambil posisi agresif di pasar global.

Secara khusus, Uni Emirat Arab (UEA) disebut akan memperoleh peningkatan kuota produksi tambahan hingga sekitar 2,5 juta bph jumlah ini mencakup sekitar 2,4 persen dari total permintaan minyak dunia, yang menunjukkan posisi strategis UEA dalam struktur energi internasional.

OPEC+ dalam pernyataannya menyebutkan bahwa keputusan untuk meningkatkan produksi didasarkan pada pertimbangan atas kondisi ekonomi global yang relatif sehat serta rendahnya cadangan minyak secara umum. Kedua faktor tersebut dinilai memberi ruang bagi peningkatan suplai tanpa menimbulkan kelebihan pasokan secara drastis.

Namun demikian, pelaku pasar menyambut keputusan ini dengan hati-hati. Di satu sisi, penambahan pasokan dapat menekan harga minyak dalam jangka pendek, terutama di tengah kekhawatiran terhadap perlambatan permintaan dari beberapa negara industri utama. Di sisi lain, ketegangan geopolitik dan risiko gangguan distribusi masih menjadi faktor penentu utama yang dapat kembali memicu kenaikan harga sewaktu-waktu.

Bagi konsumen global, perubahan ini bisa berarti fluktuasi harga BBM di pasar domestik. Sementara itu, negara-negara pengimpor utama, termasuk Indonesia, harus terus mewaspadai dampaknya terhadap neraca perdagangan, inflasi, serta subsidi energi nasional. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional