JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini, Rabu (22/10/2025), akan menjadi sorotan publik. Enam tersangka, termasuk pengacara Marcella Santoso, dijadwalkan menghadapi sidang pembacaan dakwaan atas tiga perkara besar: suap, perintangan penyidikan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain Marcella, lima terdakwa lainnya adalah Ariyanto Bakri alias Ary “Gadun FM”, Junaedi Saibih, Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, Direktur Pemberitaan JAKTV nonaktif Tian Bahtiar, serta pengendali buzzer M Adhiya Muzakki. Semua tersangka akan disidangkan dalam satu berkas perkara karena keterkaitan peran mereka dalam skandal hukum yang saling beririsan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, menjelaskan bahwa ketiganya dijerat dengan pasal berlapis.
“Dalam berkas ini ada korupsi gratifikasi, perintangan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” kata Anang dalam konferensi pers usai pelimpahan berkas di PN Jakarta Pusat pada 9 Oktober 2025.
Kasus ini berawal dari dugaan suap terhadap majelis hakim yang menangani perkara pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO). Marcella dan Ariyanto, yang sama-sama berprofesi sebagai pengacara, disebut menjadi otak dalam pengurusan perkara tersebut hingga akhirnya majelis hakim memberikan vonis lepas (ontslag) kepada tiga perusahaan minyak goreng setelah menerima suap senilai Rp 40 miliar.
Meski Marcella tidak menyerahkan uang secara langsung, Kejaksaan menyebut peran koordinatifnya sangat besar.
“Ariyanto mengatur pengurusan perkara ini melalui Wahyu Gunawan dan Muhammad Arif Nuryanta,” demikian isi dakwaan terhadap majelis hakim yang telah lebih dulu disidangkan.
Selain suap, Marcella dan rekannya juga diduga terlibat dalam upaya perintangan penyidikan terhadap sejumlah kasus besar, termasuk korupsi tata niaga timah, impor gula, dan CPO. Bersama pengacara Junaedi Saibih, mereka disinyalir menyusun strategi untuk melemahkan kredibilitas penyidik Kejaksaan Agung melalui serangan opini publik.
Untuk menjalankan skema tersebut, keduanya merekrut Tian Bahtiar dan M Adhiya Muzakki. Tian, yang kala itu masih menjabat Direktur Pemberitaan JAKTV, bertugas memproduksi konten dan berita dengan narasi negatif mengenai Kejaksaan. Konten itu kemudian disebarluaskan secara masif oleh Adhiya dan tim buzzer-nya di berbagai platform media sosial.
Sebagai imbalan, Tian disebut menerima Rp 478,5 juta, sedangkan Adhiya memperoleh Rp 864,5 juta. Aksi keduanya dinilai melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dianggap menghalangi proses penyidikan.
Tak berhenti di sana, Kejaksaan juga menelusuri aliran dana mencurigakan yang mengarah pada dugaan TPPU. Marcella, Ariyanto, dan Muhammad Syafei disebut menyembunyikan sejumlah aset hasil tindak pidana, termasuk kendaraan mewah dan kapal. Meski detail aset belum diungkap, penyidik memastikan sebagian rekening mereka telah dibekukan sejak Mei 2025.
Sidang dakwaan hari ini menjadi langkah penting dalam menelusuri keterkaitan antara praktik hukum, kekuasaan media, dan pengaruh digital dalam kasus korupsi besar. Publik kini menantikan apakah majelis hakim akan memutus secara tegas dalam kasus yang melibatkan nama-nama besar di dunia hukum dan komunikasi ini. []
Diyan Febriana Citra.

