JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjadi perhatian luas kalangan industri musik nasional. Rabu (17/12/2025), MK dijadwalkan membacakan putusan atas permohonan yang diajukan oleh Nazril Ilham alias Ariel Noah bersama 28 musisi lainnya. Putusan ini dinilai berpotensi memengaruhi tata kelola royalti dan hubungan hukum antara penyanyi, pencipta lagu, serta lembaga pengelola hak cipta di Indonesia.
Berdasarkan agenda resmi MK, perkara tersebut tercatat dengan nomor 28/PUU-XXIII/2025. “28/PUU-XXIII/2025, Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Agenda, Pengucapan Putusan/Ketetapan,” sebagaimana dikutip dari laman mkri.id, Selasa (16/12/2025).
Permohonan uji materiil ini diajukan oleh 29 musisi yang tergabung dalam gerakan Vibrasi Suara Indonesia (VISI). Sejumlah nama besar di industri musik Tanah Air tercatat sebagai pemohon, di antaranya Bunga Citra Lestari (BCL), Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Rossa, Titi DJ, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, dan sejumlah musisi lintas generasi lainnya. Kehadiran para pemohon ini mencerminkan luasnya dukungan terhadap upaya peninjauan ulang regulasi hak cipta yang berlaku saat ini.
Dalam permohonannya, VISI mengajukan empat pokok persoalan utama yang dinilai krusial dan selama ini memicu perdebatan di kalangan pelaku industri musik. Pertama, mengenai kewajiban penyanyi untuk meminta izin langsung kepada pencipta lagu dalam konteks performing rights. Kedua, penegasan mengenai siapa yang secara hukum dikategorikan sebagai “pengguna” yang wajib membayar royalti performing rights. Ketiga, soal kewenangan pihak tertentu, baik individu maupun badan hukum, dalam memungut serta menetapkan tarif royalti di luar mekanisme Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan ketentuan Peraturan Menteri. Keempat, klasifikasi wanprestasi dalam pembayaran royalti performing rights, apakah masuk ranah pidana atau perdata.
Jika disarikan, para pemohon meminta adanya kepastian hukum yang memungkinkan penyanyi membawakan lagu tanpa harus meminta izin langsung kepada pencipta, sepanjang kewajiban pembayaran royalti tetap dipenuhi melalui mekanisme yang sah. Permintaan ini dinilai sebagai upaya mencari titik temu antara perlindungan hak pencipta dan keberlangsungan praktik pertunjukan musik.
Isu royalti sendiri telah lama menjadi polemik di industri musik Indonesia. Perdebatan antara penyanyi dan pencipta lagu kerap mencuat ke ruang publik, terutama terkait mekanisme pembayaran dan pembagian royalti. Salah satu kasus yang menjadi latar belakang pengajuan uji materiil ini adalah sengketa royalti lagu yang melibatkan penyanyi Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias. Kasus tersebut memicu diskursus nasional mengenai batasan hak dan kewajiban para pihak dalam penggunaan karya musik.
Putusan MK nantinya diharapkan dapat memberikan kejelasan hukum dan menjadi rujukan bagi pembuat kebijakan dalam menyempurnakan regulasi hak cipta. Industri musik menanti arah kebijakan yang tidak hanya menjamin perlindungan hak ekonomi pencipta, tetapi juga memberikan ruang yang adil bagi penyanyi dan pelaku pertunjukan untuk berkarya. []
Diyan Febriana Citra.

