Hasanuddin Mas’ud: Ada Potensi Gejolak Politik

Hasanuddin Mas’ud: Ada Potensi Gejolak Politik

PARLEMENTARIA – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah dilaksanakan terpisah, menuai perhatian luas dari berbagai kalangan. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas’ud, menilai kebijakan tersebut membawa konsekuensi yang signifikan, tidak hanya bagi struktur politik nasional, tetapi juga bagi tata kelola pemerintahan daerah.

Putusan MK itu memutuskan adanya jeda waktu sekitar dua hingga dua setengah tahun antara pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Hasanuddin menilai, kondisi ini berpotensi memengaruhi masa jabatan anggota DPRD periode 2024–2029, yang bisa saja diperpanjang hingga 2031 atau bahkan 2032. “Ini berdampak dari atas sampai ke bawah. Yang di bawah merasa diuntungkan,” ujarnya, Selasa (8/7/2025).

Menurutnya, di tingkat daerah, khususnya bagi anggota DPRD kabupaten/kota dan provinsi, tambahan masa jabatan ini disambut dengan antusias. Perpanjangan waktu dinilai memberi keleluasaan lebih untuk merealisasikan program kerja yang telah direncanakan. “Kalau buat kita di daerah tingkat dua, kita sangat menyambut baik. Ada penambahan dua tahun, dari 2024 sampai 2031,” jelasnya.

Meski demikian, Hasanuddin mengingatkan adanya potensi ketidakseimbangan antara masa jabatan legislator di daerah dan pusat. Ia menyebut, jika DPR RI tidak mengalami perpanjangan serupa, situasi ini dapat menimbulkan ketimpangan politik dan memunculkan dinamika baru yang perlu diantisipasi. “Kalau di DPR RI tidak berubah, tidak ada perpanjangan, tapi kita di daerah ada penambahan dua tahun. Ini bisa menimbulkan gejolak,” ungkapnya.

Hasanuddin juga menyoroti aspek kewenangan legislasi. Menurutnya, pengaturan terkait masa jabatan dan pelaksanaan pemilu seharusnya berada di ranah DPR RI melalui mekanisme pembentukan undang-undang. Namun, keputusan MK yang bersifat final dan mengikat telah menutup ruang tersebut. “Harusnya yang mengatur undang-undang itu DPR RI. Tapi ini MK sudah memfinalkan. Maka dari itu, ini jadi berbenturan,” ujarnya.

Menyikapi kondisi ini, DPRD Kaltim memilih untuk menunggu kejelasan aturan dari pemerintah pusat sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Hasanuddin menegaskan, pihaknya akan mematuhi regulasi yang berlaku sambil mempersiapkan diri terhadap berbagai kemungkinan dampak kebijakan tersebut. “Tapi kita tunggu saja. Kita tetap mengikuti yang di atas,” pungkasnya.

Putusan MK terkait pemisahan jadwal Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah ini menjadi momentum penting yang dapat mengubah ritme politik nasional. Bagi daerah seperti Kaltim, perpanjangan masa jabatan mungkin menjadi keuntungan secara administratif, namun tetap menyisakan pekerjaan rumah untuk memastikan keselarasan kebijakan antara pusat dan daerah agar stabilitas politik tetap terjaga. []

Penulis: Muhamaddong | Penyunting: Agnes Wiguna

Advertorial DPRD Kaltim