Hasto Soroti Membesarnya Korupsi di Indonesia

Hasto Soroti Membesarnya Korupsi di Indonesia

Bagikan:

JAKARTA – Momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia dimanfaatkan Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, untuk kembali menyoroti masalah korupsi yang menurutnya semakin menguat dalam kehidupan berbangsa. Dalam seminar nasional bertajuk refleksi pemberantasan korupsi yang digelar di Sekolah Partai PDI-P, Selasa (09/12/2025), Hasto menilai bahwa berkembangnya praktik korupsi tidak hanya berkaitan dengan tata kelola negara, tetapi juga mencerminkan kemunduran nilai moral masyarakat.

“Jadi, kalau kita melihat persoalan-persoalan korupsi sekarang justru makin besar, itu juga tidak bisa terlepas dari potret diri terhadap etika, moral, nilai-nilai yang diyakini oleh suatu bangsa. Korupsi makin membesar, artinya nilai-nilai etika moral itu juga mulai menurun,” kata Hasto, Selasa.

Dalam paparannya, Hasto sempat menyinggung kembali situasi politik pada masa pemerintahan Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, yang kala itu menjabat sebagai mandataris MPR. Ia menilai keputusan-keputusan MPR pascareformasi sangat jelas memberikan mandat untuk memberantas praktik KKN hingga akar-akarnya.

“Sebagai Mandataris MPR, Megawati terikat pada seluruh keputusan-keputusan MPR yang harus dijalankan. Dan di situlah bagaimana seluruh TAP MPR pascakejatuhan Soeharto, di situ sangat jelas menggambarkan bahwa apa yang disebut sebagai nepotisme, kolusi, dan korupsi harus, harus, dan harus dihancurkan dari muka Republik ini,” ujar dia.

Hasto kemudian mengingatkan kembali lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal masa reformasi. Menurutnya, lembaga tersebut dibentuk karena institusi penegak hukum yang ada saat itu belum sepenuhnya independen dari kekuasaan.

“Maka KPK dibentuk dalam suatu konsideran bahwa ketika aparat penegak hukum masih dikuasai oleh penguasa, maka dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi dengan kewenangan yang begitu besar,” ujar dia. Ia juga menyebut nama Ketua KPK pertama, Taufiequrachman Ruki, sebagai sosok yang kerap menjadi mitra diskusi dalam memahami dinamika pemberantasan korupsi.

Dalam sesi berikutnya, Hasto merujuk pandangan ilmiah dari buku “How Democracies Die” karya Steven Levitsky. Ia menilai buku tersebut memberi gambaran kuat mengenai bagaimana rezim otoriter dapat muncul, terutama ketika negara menghadapi krisis.

“Di dalam buku itu digambarkan bagaimana rezim otoriter itu terbentuk. Secara empiris sangat jelas, seringkali ada yang diwarnai dengan krisis,” ucap dia.

Hasto menilai pola itu sempat terlihat pada masa pandemi Covid-19, saat kekuasaan menjadi lebih terpusat pada eksekutif dan tidak kembali ke keadaan normal setelah krisis mereda. Ia menekankan bahwa penguatan demokrasi hanya mungkin tercapai jika nilai moral bangsa dijaga.

“Di dalam buku itu juga dijelaskan bagaimana negara-negara bisa membentengi terhadap otoriter, termasuk wajahnya yang populis. Itu karena suatu etika, moral, nilai yang menjadi values dari bangsa itu,” tegas Hasto. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Nasional