Israel Tahan Aktivis Kapal Kemanusiaan Gaza

Israel Tahan Aktivis Kapal Kemanusiaan Gaza

ANKARA – Ketegangan internasional terhadap blokade Israel di Jalur Gaza kembali mencuat, setelah kapal misi kemanusiaan Freedom Flotilla Coalition (FFC), Handala, dicegat dan ditahan oleh Angkatan Laut Israel di perairan internasional dekat pantai Gaza, Sabtu (26/07/2025) malam. Insiden ini menyoroti dinamika krisis kemanusiaan yang masih membelenggu wilayah tersebut, sekaligus memperlihatkan konsistensi solidaritas global terhadap warga Palestina.

Kapal Handala, yang memulai pelayaran dari Italia, membawa bantuan kemanusiaan yang difokuskan untuk anak-anak Gaza. Namun perjalanan tersebut berakhir di Pelabuhan Ashdod, Israel, setelah dicegat oleh militer. Sebanyak 21 aktivis dari berbagai negara ditahan dalam operasi tersebut.

Menurut pernyataan dari pusat hukum Israel pada Minggu (27/07/2025), tiga dari para aktivis yang ditahan telah setuju untuk dideportasi ke negara asal masing-masing. Mereka adalah Antonio Mazzeo dari Italia, Gabrielle Cathala dari Prancis, dan Jacob Berger dari Amerika Serikat.

“Mereka bagian dari 21 aktivis yang ditahan saat kapal misi FFC Handala dicegat oleh Angkatan Laut Israel di perairan internasional dekat pantai Gaza,” tulis pernyataan tersebut.

Namun demikian, tidak semua memilih pulang. Sebanyak 15 aktivis lain menolak menandatangani surat deportasi. Mereka memilih untuk tetap ditahan dan akan menjalani proses hukum di pengadilan Israel. Aktivis-aktivis ini berasal dari berbagai negara, termasuk Australia, Prancis, Italia, Spanyol, Tunisia, Norwegia, Inggris, dan Amerika Serikat.

Sementara itu, dua aktivis berkewarganegaraan ganda AS-Israel, Huwaida Arraf dan Bob Suberi, telah dibebaskan usai menjalani interogasi. Keduanya kini berada di bawah pendampingan hukum dari organisasi Adalah Center, lembaga yang turut mengawal proses hukum seluruh aktivis yang ditahan.

“Pengacaranya telah bertemu dengan 17 dari 21 aktivis dan semuanya dalam kondisi relatif stabil,” kata pernyataan dari Adalah. Namun hingga kini, akses terhadap empat tahanan lain Ange Sahuquet (Prancis), Frank Romano (AS-Prancis), jurnalis Al Jazeera Mohamed El Bakkali (Maroko), dan juru kamera Waad Al Musa (AS-Irak) belum didapat.

Upaya pengiriman bantuan ke Gaza bukan kali ini saja dicegah oleh otoritas Israel. Pada Juni 2025 lalu, pasukan Israel menyita kapal Madleen yang juga tergabung dalam FFC. Bahkan sebelumnya, kapal MV Conscience diserang drone di dekat Malta hingga batal melanjutkan misinya.

Blokade Israel terhadap Gaza telah berlangsung selama 18 tahun. Sejak 2 Maret 2025, Israel memperketat penutupan semua jalur penyeberangan, termasuk untuk bantuan kemanusiaan, meskipun desakan komunitas internasional terus meningkat. Situasi ini diperburuk dengan data dari Kementerian Kesehatan Palestina yang mencatat sedikitnya 133 warga Gaza, termasuk 87 anak-anak, meninggal dunia akibat kelaparan sejak Oktober 2023.

Sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel ke Gaza telah merenggut lebih dari 60.000 nyawa mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan. Penahanan aktivis kemanusiaan ini bukan hanya mencerminkan ketegangan geopolitik, tetapi juga menjadi simbol resistensi moral terhadap penjajahan, blokade, dan kekerasan yang dialami rakyat Palestina. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional