Israel Tambah 60.000 Tentara Cadangan untuk Rebut Kota Gaza

Israel Tambah 60.000 Tentara Cadangan untuk Rebut Kota Gaza

YERUSALEM – Ketegangan konflik Israel dan Hamas kembali meningkat setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Rabu (20/08/2025) menyetujui rencana operasi militer besar-besaran untuk merebut Kota Gaza. Dalam langkah itu, Katz juga memberi kewenangan untuk memanggil sekitar 60.000 tentara cadangan, menandai eskalasi baru dalam perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.

Keputusan tersebut segera mendapat kecaman dari Hamas. Dalam pernyataannya, Hamas menilai langkah Israel merupakan “pengabaian terang-terangan” terhadap upaya mediasi internasional yang tengah digagas untuk menghentikan pertempuran dan menyepakati pertukaran sandera. Hamas juga menuding Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak bersungguh-sungguh merespons proposal gencatan senjata, bahkan menjadi “penghalang nyata bagi setiap kesepakatan,” tanpa memperhatikan keselamatan sandera Israel sendiri.

Sebelumnya, mediator internasional menawarkan kesepakatan gencatan senjata yang mencakup penghentian pertempuran selama 60 hari, pembebasan sandera Israel secara bertahap, pembebasan sejumlah tahanan Palestina, serta kemudahan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Hamas menyatakan kesediaannya menerima proposal itu, namun Israel tetap menunda sikap resmi.

Juru bicara militer Israel mengonfirmasi bahwa perintah Katz menandai dimulainya “operasi bertahap dan terarah di dalam serta sekitar Kota Gaza,” termasuk wilayah yang sebelumnya belum tersentuh pasukan. Sementara itu, kantor perdana menteri menyatakan Netanyahu telah menginstruksikan percepatan pengambilalihan Kota Gaza dan kekalahan total Hamas, meski tanpa menyebut kerangka waktu jelas.

Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin mengkhawatirkan. Mustafa Qazzaat, kepala komite darurat pemerintahan lokal, menyebut keadaan sebagai “bencana” karena ribuan warga sipil berusaha melarikan diri dari bagian timur kota. Seorang warga, Anis Daloul (64), mengaku, “Militer Israel telah menghancurkan sebagian besar bangunan di Zeitoun dan menggusur ribuan orang.”

Di sisi lain, Israel juga menyetujui proyek permukiman baru di Tepi Barat, sebuah langkah yang dikutuk keras oleh Otoritas Palestina. Menurut komunitas internasional, pembangunan permukiman itu akan semakin merusak prospek terbentuknya negara Palestina di masa depan.

Respons keras juga datang dari luar kawasan. Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa langkah Israel “hanya dapat menyebabkan bencana total bagi kedua bangsa” dan berpotensi menyeret Timur Tengah ke dalam “perang permanen.”

Sementara itu, Qatar salah satu mediator utama menegaskan bahwa proposal gencatan senjata terbaru yang diterima Hamas hampir identik dengan versi sebelumnya yang sudah disetujui Israel. Meski demikian, hingga kini Netanyahu belum memberi tanggapan publik, hanya menyatakan pekan lalu bahwa Israel akan menerima kesepakatan jika semua sandera dibebaskan sekaligus sesuai dengan syarat kami.

Sejak serangan Hamas pada Oktober 2023 yang memicu perang hingga hari ini, tercatat 251 orang Israel menjadi sandera. Militer Israel menyebut 49 orang masih berada di Gaza, termasuk 27 di antaranya yang diyakini telah meninggal. Situasi ini memperburuk tekanan bagi pemerintah Netanyahu, yang dituding lebih mengutamakan tujuan militer ketimbang penyelamatan sandera.

Dengan langkah terbaru Israel, harapan akan tercapainya gencatan senjata semakin menjauh. Gaza yang sudah luluh lantak kini menghadapi ancaman ofensif baru, sementara diplomasi internasional terus terhantam oleh kepentingan politik yang saling bertabrakan. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Internasional