JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan penyalahgunaan fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang menyeret nama pengusaha Hendarto. Pada Jumat (03/10/2025), lembaga antirasuah itu menjadwalkan pemeriksaan terhadap Imelda, istri Hendarto, sebagai saksi.
“Hari ini, Jumat (03/10/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi di gedung Merah Putih KPK,” ujar Jubir KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Jumat (03/10/2025).
Selain Imelda, penyidik juga memanggil saksi lain, yakni pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Tuban, Anisa Dwi Wulandari, serta Arizal Achmad Fauzy. Keterangan para saksi ini dinilai penting untuk mendalami aliran dana maupun aset terkait kasus besar tersebut.
Hendarto, yang merupakan pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS), diduga kuat menyalahgunakan fasilitas pembiayaan yang diberikan LPEI. Berdasarkan hasil penyidikan, kedua perusahaannya menerima pinjaman jumbo: PT SMJL mendapat fasilitas kredit Rp 950 miliar, sedangkan PT MAS memperoleh pinjaman sebesar 50 juta dolar AS.
Namun, dari jumlah fantastis itu, dana yang benar-benar digunakan untuk kebutuhan operasional perusahaan terbilang kecil. Pada PT SMJL, hanya sekitar Rp 17 miliar atau 3,01 persen dari total pinjaman yang dipakai sesuai tujuan. Sementara pada PT MAS, pemanfaatan dana untuk operasional hanya 8,2 juta dolar AS atau 16,4 persen dari total pinjaman.
KPK menilai pola penyalahgunaan ini merugikan negara dan menyalahi aturan. Dalam rangka menelusuri jejak aset, penyidik telah menyita berbagai barang berharga.
“Dalam proses penyidikan, KPK telah menyita sejumlah aset, berupa uang tunai, tanah-bangunan, kendaraan bermotor, perhiasan, tas mewah dan barang mewah lainnya senilai total Rp 540 miliar,” ungkap Budi.
Barang-barang bernilai tinggi itu diduga hasil dari tindak pidana korupsi maupun pencucian uang yang dilakukan tersangka. KPK menegaskan penyitaan aset merupakan bagian dari upaya memulihkan kerugian negara.
Atas perbuatannya, Hendarto dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tindak pidana penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan negara.
Penyelidikan masih terus berjalan. KPK berupaya mengurai jaringan dan aliran dana yang melibatkan sejumlah pihak dalam kasus ini. Pemeriksaan saksi-saksi diharapkan bisa memperkuat konstruksi hukum untuk membawa perkara ini ke persidangan. []
Diyan Febriana Citra.