JAKARTA – Penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali menjadi sorotan setelah Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menetapkan FH, seorang buruh harian lepas, sebagai tersangka dugaan pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri berinisial K (16). Langkah kepolisian ini menegaskan komitmen aparat penegak hukum dalam menerapkan aturan perlindungan anak secara maksimal, mengingat kasus yang terjadi di kawasan Pademangan tersebut menimbulkan dampak psikologis dan sosial yang serius bagi korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara, Kompol Onkoseno Gradiarso Sukahar, menjelaskan bahwa proses penyidikan berjalan dengan menitikberatkan pada perlindungan korban.
“Penyidik menjerat pelaku dengan pasal 81 dan atau 82 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal sebagaimana ketentuan undang-undang,” kata Onkoseno di Jakarta, Kamis (27/11/2025). Kedua pasal tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal tersebut mengatur bahwa siapa pun yang melakukan persetubuhan dengan anak, baik melalui kekerasan maupun ancaman, dapat dijatuhi pidana hingga 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp15 miliar. Ketentuan ini menjadi dasar penyidik dalam menyusun berkas perkara, sekaligus memastikan bahwa tindak pidana tersebut diproses secara tegas tanpa toleransi.
Dalam penyidikan awal, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Utara telah mengamankan sejumlah barang bukti. “Pemeriksaan saksi-saksi juga sudah dilakukan,” ujar Onkoseno. Barang bukti yang disita meliputi hasil visum dan pakaian korban, yang nantinya digunakan untuk memperkuat pembuktian di tahap peradilan.
FH, yang kini sudah ditahan dan menjalani pemeriksaan intensif, disebut melakukan tindakan tersebut atas dorongan pribadi. “Modus pelaku melakukan aksi ini karena nafsu,” kata Onkoseno. Polisi menyebut bahwa pelaku diduga melakukan perbuatan tersebut sejak April 2025. Saat ini, korban diketahui tengah mengandung sekitar enam bulan.
Kasus ini pertama kali terungkap setelah ibu korban melapor secara resmi ke Polres Metro Jakarta Utara pada 15 November 2025. Laporan tersebut menjadi pintu masuk penyidik untuk menangkap FH. “Kami menangkap pelaku FH siang tadi setelah adanya laporan dari ibu korban,” kata Onkoseno.
Selain fokus pada penegakan hukum, kepolisian juga memastikan korban memperoleh pendampingan psikologis secara berkelanjutan. Hal ini dilakukan agar K dapat melalui proses pemulihan mental, mengingat kasus kekerasan dalam lingkup keluarga sering meninggalkan trauma mendalam. Onkoseno menegaskan bahwa keselamatan dan kebutuhan psikososial korban menjadi prioritas selama proses hukum berlangsung.
Ia menambahkan bahwa kasus ini kembali menambah daftar laporan kekerasan terhadap anak di wilayah Jakarta Utara. Aparat pun mengajak masyarakat untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga. “Kami mengimbau masyarakat untuk segera melapor apabila mengetahui adanya dugaan kekerasan dalam rumah tangga maupun pelecehan seksual terhadap anak,” kata dia.
Dengan seluruh bukti yang telah dikumpulkan, penyidik memastikan bahwa berkas perkara segera dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum untuk tahap penuntutan. Kasus ini diharapkan menjadi pengingat bahwa perlindungan terhadap anak harus menjadi prioritas semua pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun negara. []
Diyan Febriana Citra.

