SEOUL – Data Kepolisian Nasional Korea Selatan mencatat, sepanjang Januari hingga Agustus 2025 terdapat 319 kasus penculikan dan percobaan penculikan. Jumlah ini terdiri dari 237 kasus penculikan dan 82 percobaan penculikan, menandakan tren peningkatan insiden beberapa tahun terakhir.
Laporan yang dihimpun anggota Partai Demokrat Korea, Wi Seong-gon, dan dikutip The Straits Times, Kamis (18/9/2025), menunjukkan jumlah kasus penculikan di Korea Selatan terus naik: 324 kasus pada 2021, 374 pada 2022, melonjak menjadi 469 pada 2023, dan 414 pada 2024. Sebagian besar kasus dilakukan oleh orang tak dikenal.
Meski sering digunakan secara bergantian, hukum pidana Korea Selatan membedakan penculikan dan pembajakan melalui Pasal 287. Penculikan didefinisikan sebagai membawa korban dengan kekerasan, sedangkan pembajakan dilakukan dengan tipu daya. Namun, hukuman yang dikenakan bagi pelaku keduanya sama.
Data tahun 2024 menegaskan anak-anak menjadi korban paling rentan. Sebanyak 43 persen korban berusia 7–12 tahun, 21,8 persen berusia enam tahun atau lebih muda, dan 12,9 persen berusia 13–15 tahun.
Berdasarkan data Kejaksaan Agung 2023, sekitar 62,3 persen penculikan anak di bawah 13 tahun dilakukan oleh orang asing, sementara 27,3 persen dilakukan oleh anggota keluarga.
Mayoritas penculikan terjadi di ruang publik, dengan hampir separuh kasus (49,5 persen) berlangsung di jalanan. Sekitar 65,2 persen kasus terjadi pada sore hari, antara pukul 12.00 hingga 18.00.
Wi Seong-gon menekankan perlunya pengawasan ketat di ruang publik. “Karena sebagian besar korban adalah anak-anak dan remaja, pihak berwenang harus melakukan patroli ketat untuk mencegah kejahatan,” ujarnya.
Kenaikan kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat, terutama terkait keselamatan anak-anak di tempat umum.[]
Putri Aulia Maharani