JAKARTA – Upaya penyidik Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri untuk menuntaskan perkara dugaan korupsi proyek PLTU Mempawah terus berlanjut. Pada Kamis (20/11/2025), penyidik kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap salah satu tersangka utama, Halim Kalla (HK), yang merupakan adik dari mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla. Pemanggilan ini menjadi yang kedua kalinya setelah HK absen pada agenda pemeriksaan sebelumnya.
Direktur Penindakan Kortas Tipikor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, mengonfirmasi bahwa jadwal pemanggilan tetap berlangsung hari ini sesuai agenda penyidikan.
“Betul ya (pemanggilan kedua masih terjadwal hari ini untuk tersangka Halim Kalla),” ujar Totok kepada wartawan pada Kamis pagi. Menurutnya, pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 WIB, namun hingga menjelang waktu yang ditetapkan, penyidik belum menerima kepastian kehadiran HK. “Belum konfirmasi ini,” tambahnya.
HK sebelumnya dipanggil pada Rabu (12/11), namun tidak hadir dengan alasan sakit. Totok menjelaskan, “Untuk hari ini, Tersangka HK dan HYL tidak datang karena keduanya mengajukan surat reschedule pekan depan karena alasan sakit.” Ketidakhadiran tersebut membuat penyidik harus melakukan penjadwalan ulang guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan.
Selain Halim Kalla, penyidik juga menetapkan tiga tersangka lain dalam perkara yang sama. Mereka ialah mantan Dirut PLN 2008–2009, Fahmi Mochtar (FM); RR selaku Direktur PT BRN; dan HYL yang menjabat sebagai Direktur PT Praba. Meskipun telah berstatus tersangka, keempatnya belum ditahan karena penyidik masih melengkapi sejumlah unsur pemeriksaan sebelum menentukan langkah lanjutan.
Kasus dugaan korupsi proyek PLTU ini sudah melalui proses penyelidikan panjang. Perkara awalnya ditangani oleh penyidik Polda Kalimantan Barat sejak 7 April 2021. Namun, pada Mei 2024, penanganannya dialihkan ke Kortas Tipikor Bareskrim Polri untuk percepatan penanganan dan pendalaman unsur tindak pidana. Perpindahan penanganan tersebut juga dilakukan karena kasus ini melibatkan kontrak kerja strategis dan sejumlah korporasi besar dalam sektor ketenagalistrikan.
Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan sangat besar. Totok mengungkapkan bahwa angka kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai lebih dari USD 62 juta atau setara sekitar Rp 1,3 triliun. Nilai ini berasal dari sejumlah penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pembangunan PLTU 1 Mempawah, mulai dari pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan.
Sejumlah pihak menilai kasus ini menjadi ujian bagi ketegasan aparat penegak hukum dalam menindak dugaan korupsi yang melibatkan tokoh berpengaruh. Publik kini menantikan apakah para tersangka akan memenuhi panggilan penyidik dan bagaimana perkembangan penyidikan dalam beberapa hari ke depan. Sementara itu, Polri memastikan proses hukum tetap berjalan sesuai prosedur, tanpa intervensi, serta berpegang pada prinsip akuntabilitas. []
Diyan Febriana Citra.

