MOSKOW – Kebijakan imigrasi ketat yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap pasar tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam. Sebuah laporan dari portal Axios, Jumat (17/10/2025), mengutip hasil studi National Foundation for American Policy (NFAP) yang memperkirakan bahwa pembatasan imigrasi dapat menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja AS hingga 15,7 juta orang pada 2035.
Penelitian tersebut menyebutkan, efek paling terasa akan mulai terjadi pada 2028, dengan berkurangnya sekitar 6,8 juta tenaga kerja di berbagai sektor industri. Kondisi itu diperkirakan akan menekan laju pertumbuhan ekonomi nasional. NFAP memprediksi, Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan AS bisa berkurang rata-rata 0,5 persen per tahun selama periode fiskal 2025–2035 akibat kebijakan imigrasi yang lebih ketat.
Juru bicara Gedung Putih, Abigail Jackson, menepis kekhawatiran tersebut. Ia menegaskan bahwa pemerintahan Trump tetap berfokus pada agenda penciptaan lapangan kerja domestik dengan memaksimalkan potensi sumber daya manusia yang sudah ada di dalam negeri.
“Agenda penciptaan lapangan kerja Trump berfokus pada pemanfaatan potensi yang belum dimanfaatkan pada angkatan kerja domestik,” ujar Jackson kepada Axios.
Jackson menyoroti fakta bahwa lebih dari 10 persen anak muda Amerika tidak memiliki pekerjaan, tidak kuliah, dan tidak mengikuti pelatihan kejuruan. Menurutnya, kelompok inilah yang akan menjadi sasaran utama program peningkatan lapangan kerja nasional.
“Pemerintahan Trump berencana memprioritaskan kelompok tersebut untuk menambal kekurangan tenaga kerja,” tambahnya.
Sejak kembali menjabat sebagai presiden AS ke-47, Trump telah mengambil sejumlah langkah drastis dalam kebijakan imigrasi. Pada hari pelantikannya, ia menegaskan komitmen untuk menghentikan imigrasi ilegal dan memulai deportasi massal terhadap imigran tanpa dokumen. Langkah itu disertai dengan deklarasi keadaan darurat nasional untuk menangani krisis perbatasan selatan AS yang berbatasan langsung dengan Meksiko.
Sementara kalangan ekonomi menilai kebijakan tersebut berpotensi memperlambat pertumbuhan tenaga kerja produktif, pihak Gedung Putih meyakini bahwa ketergantungan pada imigran bisa dikurangi melalui optimalisasi tenaga kerja lokal. Namun, sejumlah analis menilai, tanpa reformasi pendidikan dan pelatihan kerja yang memadai, rencana tersebut sulit terealisasi dalam waktu singkat.
Meski demikian, kebijakan Trump ini mencerminkan tekad kuat pemerintahannya untuk menegakkan kedaulatan perbatasan, sekaligus menjadikan isu imigrasi sebagai bagian dari agenda nasionalisme ekonomi yang telah lama diusung Partai Republik. []
Diyan Febriana Citra.