JAKARTA — Kasus dugaan korupsi kembali mencuat ke permukaan, kali ini menyasar salah satu perusahaan farmasi pelat merah, PT Kimia Farma. Kejaksaan Agung Republik Indonesia kini tengah membuka penyelidikan awal atas dugaan penyelewengan dalam pemberian dana investasi yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa perkara tersebut saat ini berada pada tahap penyelidikan. “Itu masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Jumat (08/08/2025).
Meski demikian, Kejagung belum dapat mengungkap secara terbuka detail konstruksi kasus maupun siapa saja pihak yang diduga terlibat. Namun, langkah awal telah dilakukan dengan memanggil sejumlah individu untuk dimintai klarifikasi. “Beberapa pihak sudah diminta keterangan, klarifikasi,” imbuh Anang.
Informasi yang beredar menyebutkan, nilai dana investasi yang diduga bermasalah mencapai sekitar Rp1,86 triliun. Jumlah tersebut tentunya memunculkan pertanyaan besar publik tentang mekanisme pengelolaan dan pengawasan internal perusahaan yang bergerak di sektor farmasi dan kesehatan ini.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Kimia Farma. Perusahaan yang dikenal luas sebagai pemasok obat-obatan dan alat kesehatan ini masih bungkam terkait dugaan keterlibatan mereka dalam kasus yang tengah diselidiki Kejagung. Ketika diminta tanggapan, manajemen Kimia Farma belum memberikan klarifikasi atau pernyataan publik.
Dugaan penyelewengan dana investasi ini menjadi sorotan karena menyangkut dana besar yang seharusnya dialokasikan untuk mendukung sektor kesehatan nasional. Dalam konteks ini, publik berharap proses hukum berjalan secara transparan dan menyeluruh, serta mampu mengungkap motif dan aktor di balik pengelolaan investasi tersebut.
Kejagung pun diharapkan segera memberikan informasi yang lebih komprehensif kepada masyarakat. Transparansi penegakan hukum menjadi krusial dalam menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga negara, terutama dalam pengawasan terhadap perusahaan milik pemerintah yang seharusnya menjadi pilar pelayanan publik.
Kasus ini juga menambah daftar panjang dugaan korupsi yang melibatkan perusahaan BUMN, sekaligus memperkuat desakan terhadap perlunya penguatan sistem tata kelola dan akuntabilitas di tubuh korporasi negara. []
Diyan Febriana Citra.