JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memperluas penyidikan terkait dugaan penyimpangan dalam penyaluran fasilitas kredit perbankan kepada perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Terkini, penyidik menetapkan delapan tersangka baru dan mendalami adanya indikasi kolusi yang melibatkan sejumlah bank daerah, yakni Bank DKI, Bank BJB, dan Bank Jateng.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, mengungkapkan bahwa indikasi keterlibatan lebih dari satu pihak telah memperkuat dugaan adanya persekongkolan dalam proses persetujuan kredit. Pasal penyertaan dalam KUHP menjadi dasar hukum bagi penetapan para tersangka.
“Kita bisa lihat disangkaan pasalnya ada Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Itu adalah pasal penyertaan, yang artinya di situ tentu ada kerja sama, persekongkolan dalam proses pemberian fasilitas kredit ini,” jelas Nurcahyo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/07/2025).
Kasus ini diduga merugikan negara hingga Rp 1,08 triliun. Jumlah tersebut masih dalam proses penghitungan akhir oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam penyidikan yang berjalan, Kejagung juga menemukan indikasi praktik kickback, atau pemberian imbalan dari pihak debitur kepada sejumlah pejabat bank.
“Rangkaian proses penyidikan ini tentunya ada indikasi. Ada indikasi kickback kepada pejabat bank,” ungkap Nurcahyo.
Meski belum mengungkap secara rinci pihak-pihak yang diduga menerima imbalan tersebut, penyidik memastikan temuan itu tengah dalam proses pendalaman. Fokus utama tetap pada pembuktian adanya penyalahgunaan wewenang dalam pengucuran kredit berskala jumbo kepada Sritex.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan total 11 tersangka dalam kasus ini. Mereka berasal dari berbagai unsur, termasuk petinggi Sritex serta pejabat internal tiga bank daerah yang menyalurkan kredit. Seluruh tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidikan ini menjadi sorotan publik mengingat besarnya nilai kredit yang dikucurkan serta peran lembaga keuangan milik daerah. Kejagung memastikan proses hukum akan berjalan transparan dan profesional.
Kasus ini juga menambah catatan penting bagi perbankan nasional dalam menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) serta pengawasan internal yang ketat dalam pemberian fasilitas kredit, terutama kepada korporasi besar. []
Diyan Febriana Citra.