JAKARTA – Kementerian Sosial (Kemensos) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mempererat sinergi dalam penanganan berbagai persoalan sosial yang melibatkan kelompok masyarakat rentan. Kolaborasi ini menjadi bagian penting dalam memperkuat layanan terhadap kelompok yang tergolong dalam 12 Pemerlu Atensi Sosial (12-PAS).
Kesepakatan kerja sama tersebut dibangun melalui pertemuan antara Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Pelaksana Harian Ketua LPSK Susilaningtyas, di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (23/10/2025). Sejumlah pejabat dari kedua lembaga turut hadir, termasuk Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Supomo serta Wakil Ketua LPSK Wawan Wahrudin.
Gus Ipul menjelaskan bahwa 12-PAS mencakup berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkan perhatian khusus, mulai dari anak-anak rentan, penyandang disabilitas, lansia terlantar, masyarakat miskin, korban kekerasan, hingga penyintas narkoba dan HIV/AIDS. Ia menyebut penyederhanaan kelompok ini menjadi bagian dari strategi untuk mempermudah pelaksanaan program rehabilitasi sosial.
“Bagian dari 12-PAS, di antaranya korban kekerasan, mereka yang berpendapatan rendah seperti gelandangan dan pengemis, penyandang disabilitas, lansia, anak-anak rentan, anak korban kekerasan. Ada 26 jenis yang kita rumuskan, kita sederhanakan menjadi 12-PAS,” jelas Gus Ipul.
Menurutnya, layanan terhadap 12-PAS merupakan wujud nyata dari visi Presiden Prabowo Subianto yang ingin menghadirkan kebahagiaan bagi kelompok rentan.
“Cita-cita kita adalah membuat wong cilik iso gemuyu, bisa tertawa dan tersenyum. Itu pernyataan beliau waktu dilantik,” ujarnya.
Kemensos saat ini memiliki 31 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh Indonesia. Melalui UPT tersebut, kelompok 12-PAS mendapatkan layanan rehabilitasi sosial berbasis program ATENSI (Asistensi Rehabilitasi Sosial). Program ini dilakukan dengan pendekatan residensial, berbasis keluarga, dan komunitas, sekaligus memberikan pelatihan agar penerima manfaat dapat mandiri secara sosial dan ekonomi.
“Kalau sudah rehabilitasi sosial dan medis dianggap selesai, baru kita lanjutkan dengan pemberdayaan. Kalau dia perlu sekolah, kita bantu sekolah. Kalau butuh pelatihan, ya kita siapkan pelatihan,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Gus Ipul menekankan pentingnya kolaborasi dengan LPSK untuk memperkuat perlindungan bagi korban kekerasan dan tindak pidana. “Kita perlu kerja sama yang konkret melalui PKS (Perjanjian Kerja Sama),” katanya.
Sementara itu, Susilaningtyas menilai sinergi dengan Kemensos dapat mempercepat pemulihan korban kekerasan, perdagangan orang, dan terorisme. “Mari kita konkretkan lagi, jadi ada dua ya Pak, MoU-nya dan PKS-nya,” ujarnya.
Langkah ini diharapkan menjadi pijakan strategis dalam menciptakan sistem perlindungan sosial yang terintegrasi, sekaligus memperkuat peran negara dalam memulihkan martabat kelompok masyarakat yang membutuhkan atensi khusus. []
Diyan Febriana Citra.

