Keponakan Prabowo Minta Kesetaraan untuk Direktorat PPA PPO Polri

Keponakan Prabowo Minta Kesetaraan untuk Direktorat PPA PPO Polri

JAKARTA — Wakil Ketua Komisi VII DPR RI sekaligus Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Perdagangan Orang (Jarnas), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyoroti perlakuan institusional terhadap Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Perdagangan Orang (Dirtipid PPA-PPO) di tubuh Polri. Ia menekankan pentingnya penyetaraan fungsi dan penguatan lembaga tersebut setara dengan unit-unit prioritas lain seperti Direktorat Narkoba.

Dalam forum Diskusi Publik peringatan Hari Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kamis (31/07/2025), Rahayu menyampaikan harapannya secara langsung kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri.

“Minggu kemarin saya ketemu Bapak Kabareskrim, saya sampaikan, akhirnya ini ada Dir PPA PPO. Tapi, ini mohon, ini harus diperlakukan sama seperti unit narkoba. Ini tidak bisa setiap kali ganti terus,” tegasnya.

Menurut Rahayu, kontinuitas sumber daya manusia dalam direktorat tersebut sangat penting. Ia menyoroti praktik mutasi berlebihan yang membuat penanganan kasus menjadi tidak berkelanjutan.

“Jangan dimutasi terus. Harus ada ruang bagi mereka bisa promosi di dalam direktorat itu. Kalau tidak, kita yang dari CSO (Civil Society Organization), kita-kita yang harus terus memberikan pelatihan terus karena orangnya baru lagi,” ucapnya.

Ia menilai TPPO sebagai kejahatan yang bersifat kompleks dan terorganisasi, bahkan melibatkan modus-modus digital yang semakin canggih. “(Kasus TPPO) ini organized crime yang sangat-sangat ribet urusannya. Belum lagi cyber crime unit karena sekarang jejak digital sangat luar biasa,” ungkapnya.

Rahayu juga mengungkapkan fakta memilukan, Indonesia kini menempati peringkat ketiga tertinggi di Asia dalam kasus kekerasan terhadap anak. Setiap tahun, sekitar satu juta foto dan video kekerasan terhadap anak ditemukan di ranah digital.

Tak hanya itu, ia menyinggung kasus pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Diketahui, Fajar tidak hanya melecehkan anak-anak, tetapi juga merekam dan menyebarkan tindakan asusilanya melalui situs pornografi luar negeri.

“Kasus ini jelas menunjukkan betapa perlunya keberlanjutan dan komitmen tinggi dalam unit penanganan kejahatan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.

Lebih jauh, keponakan Presiden Prabowo Subianto ini juga menyoroti urgensi revisi Undang-Undang TPPO. Menurutnya, regulasi yang berlaku saat ini sudah usang dan tidak mampu mengakomodasi modus perdagangan orang yang semakin berkembang. “UU tersebut perlu diperbaiki (disesuaikan) dengan kemajuan zaman. Kita sudah melihat modus-modus yang sudah berevolusi,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa praktik TPPO kini bahkan bisa dimulai sejak janin masih dalam kandungan. “Kita bicara tentang sex trafficking atau perdagangan seksual, eksploitasi seksual, dan juga perdagangan bayi sejak masih di dalam kandungan,” pungkasnya.

Seruan Rahayu menggarisbawahi pentingnya penguatan sistem dan struktur penegakan hukum terhadap kejahatan terhadap perempuan dan anak, serta dorongan serius untuk memperbaharui sistem hukum agar sejalan dengan tantangan zaman. []

Diyan Febriana Citra.

Hotnews Nasional