PARLEMENTARIA – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, menjelaskan bahwa kegiatan penandatanganan naskah kerja sama antara Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan pemerintah daerah se-Kaltim merupakan bagian dari agenda nasional yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia.
“Tentu dalam acara penandatanganan naskah kerja sama antara Kejati dan Pemprov, Pemkab, Pemkot se-Kalimantan Timur, dan ini memang agenda yang dilaksanakan di seluruh Indonesia,” ujar Rudy saat di temui di kantor Gubernur, Selasa (09/12/2025) siang.
Ia menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara menyeluruh oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia, mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota. “Jadi, 38 provinsi, 514 kabupaten/kota semuanya melaksanakan,” jelasnya.
Rudy menyampaikan bahwa penandatanganan kerja sama ini menjadi bentuk komitmen bersama antara pemerintah daerah dan lembaga penegak hukum. “Penandatanganan kerja sama ini tentunya merupakan komitmen kita bersama antara pemerintah daerah, lembaga penegak hukum, dan untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, akuntabel, dan berintegritas,” ungkapnya.
Ia menambahkan, hasil kunjungan kerja ke berbagai daerah di Indonesia bahkan ke beberapa negara memperlihatkan perlunya penerapan sanksi sosial dalam menangani tindak pidana tertentu. “Jadi imigrasi dan Lapas, pada saat kami melaksanakan kunjungan di seluruh Indonesia, bahkan di beberapa negara, memang setuju saya bahwa berkaitan dengan tindak pidana, kerja sosial ini, sanksi sosial ini perlu diberlakukan,” ujarnya.
Gubernur Rudy menuturkan, kondisi lembaga pemasyarakatan saat ini sudah penuh hingga melebihi kapasitas bahkan mencapai lebih dari dua kali lipat, dengan sebagian besar dihuni oleh tahanan kasus narkotika. “Kami melihat seluruh Lapas penuh, bahkan over kredit, ada yang lebih sampai dengan 200%,” katanya.
Ia juga menyoroti besarnya anggaran belanja makanan di lembaga pemasyarakatan yang mencapai triliunan rupiah. “Bahkan pada saat kami mengetuk Undang-Undang Tahun 2023, mengetuk anggaran untuk hanya BAMA di Lapas itu nilainya Rp2,4 triliun, hanya untuk makanan saja,” jelasnya.
Menurut Rudy, melalui kerja sama tersebut, pemerintah ingin memperluas sinergi dengan tujuan komprehensif dalam penerapan pidana kerja sosial. “Tentunya melalui kerja sama ini, kita juga untuk memperluas sinergi dengan tujuan yang lebih komprehensif, yaitu adalah penerapan pidana kerja sosial sebagai bagian dari pembaharuan sistem hukum di Indonesia,” katanya.
Ia menekankan bahwa pidana kerja sosial memiliki dimensi pemulihan, edukasi, serta manfaat sosial, yang diharapkan mampu memberikan pendekatan hukum lebih progresif. “Pidana kerja sosial ini merupakan instrumen baru yang memiliki dimensi pemulihan, edukasi, dan juga adalah manfaat sosial,” ujarnya.
Gubernur Rudy menambahkan bahwa penerapan pidana kerja sosial sejalan dengan nilai keadilan restoratif yang kini menjadi arah kebijakan nasional. Ia menyebut, beberapa negara bahkan telah menerapkan sistem pemasyarakatan dengan jumlah penghuni nol. “Ini sejalan dengan semangat hukum progresif, dan nilai-nilai keadilan restoratif yang kini menjadi arah kebijakan penegakan hukum nasional,” ucapnya.
Ia menegaskan, pelaksanaan pidana kerja sosial tidak dimaksudkan untuk merendahkan martabat pelaku, melainkan untuk membangun kesadaran serta memberikan sarana pembinaan konstruktif. “Memang mereka melaksanakan kegiatan pidana kerja sosial ini tidak untuk merendahkan martabatnya, tetapi untuk memberikan kesadaran,” kata Rudy.
Lebih lanjut, ia memastikan bahwa penerapan kebijakan ini menjadi langkah pembinaan yang konstruktif, bukan sekadar penjatuhan hukuman. “Dengan demikian PKS dapat menjadi sarana pembinaan yang konstruktif, bukan hanya sekedar hukuman,” tutupnya.
Melalui program pidana kerja sosial ini, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem hukum yang lebih manusiawi, memberikan manfaat sosial, dan sekaligus mengurangi tekanan pada lembaga pemasyarakatan yang penuh sesak. Program ini juga diharapkan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia dalam menerapkan hukuman yang tidak hanya bersifat represif, tetapi juga edukatif dan restoratif. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

